Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Cara Cerdas Mengawal Perkara

27 Mei 2023   09:21 Diperbarui: 27 Mei 2023   09:21 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah melakukan pemeriksaan terhadap lima orang saksi dalam rangka penyelidikan perkara dugaan gratifikasi pemberian fasilitas helikopter yang diterima Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. Hal itu disampaikan Divisi Hukum Mabes Polri menjawab gugatan praperadilan penghentian penyidikan terhadap laporan dugaan gratifikasi Firli Bahuri yang diajukan oleh Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), dikutip Kompas.com

Hakim PN Semarang menolak permohonan praperadilan yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait penanganan pidana terhadap lima oknum polisi calo penerimaan Bintara Polri Tahun 2022 di wilayah Polda Jawa Tengah. Kuasa hukum MAKI Utomo Kurniawan mengatakan Kapolda Jawa Tengah sebagai tergugat dalam perkara ini masih belum melaksanakan instruksi kapolri tentang penyidikan pidana terhadap kasus oknum polisi calo bintara. Padahal, kata Utomo, peristiwa dugaan korupsi itu sudah terjadi sejak pertengahan 2022 silam, dikutip dari cnn.indonesia.com

Dua pra peradilan tersebut, yang diajukan oleh LP3HI dan MAKI, bila dicermati bukan sekedar pra peradilan biasa yang lazim diajukan untuk menggugat bagaimana secara formil tahapan proses penyidikan sebuah perkara. Sebagaimana diatur dalam KUHAP, Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus tentang : Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentikan penuntutan. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi ( pasal 1 angka 10 KUHAP). Namun pada perkembangan dengan mendasari beberapa keputusan Mahkamah Konstitusi, obyek dari pra peradilan ini terus berkembang, sebagai bentuk penghormatan atas hak asasi manusia seseorang selama dalam penyidikan dana tau penuntutan.

Yang menarik dari fenomena dengan mengambil dua contoh obyek pra peradilan tadi adalah bahwa adanya control dari pihak eksternal terhadap Kinerja penyidikan. Hal ini terlihat sebagai berikut :

Pertama, adanya isu terkait tebang pilih penanganan laporan dugaan Gratifikasi Firli Bahuri, pra peradilan diajukan guna menguji apakah benar telah dilakukan penghentikan penyidikan, mengingat laporan tersebut dalam perpektif pelapor sudah memakan waktu yang lama padahal substansi perkara maupun pembuktian-nya tidaklah susah. Dengan mengajukan gugatan, akan dibuka di persidangan sejauh mana perkembangan atau progress perkara tersebut.

Kedua, adanya isu perintah Kapolri agar memproses secara pidana pada para anggota Polri yang diduga sebagai calo dalam penerimaan Bintara Polri, MAKI seolah ingin memastikan bahwa Polda Jateng melaksanakan perintah Kapolri tersebut, walaupun berdasar hasil persidangan hasilnya menyebutkan hal yang sebaliknya terjadi, yaitu belum dilakukannya proses penyidikan atas perkara tersebut.
Bila dicermati, maka untuk mengetahui lebih lanjut keseriuan penanganan perkara, diajukanlah pra peradilan, sebab dengan pengajuan pra peradilan, akan dibuka di persidangan sejauh mana permasalahan yang sebenarnya. Terbukti untuk perkara di Polda Jateng, terbuka di persidangan bahwa belum ada proses penyidikan terkait dengan perintah Kapolri atas pencaloan penerimaan  bintara tersebut.

Demikian halnya, terkait dugaan pemberian graifikasi, meski tegelar fakta sudah dilakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi, namun progress penanganan perkara dinilai lambat.

Setidaknya dengan pengajuan pra peradilan, disamping terbuka fakta penanganan perkara, pelapor juga akan mendapatkan gambaran sejauh mana keseriusan penanganan sebuah perkara, sehingga cara yang diajukan melalui pra peradilan ini bisa dikatakan cara cerdas untuk mengawal sebuah perkara, terlebih yang menjadi perhatian publik.

Perorangan maupun lembaga swadaya masyarakat atau kalangan kampus, bisa mengikuti jejak cerdas ini, sebagai salah satu ujud keperdulian dalam ikut mengawasi setiap progres perkara yang menjadi perhatian publik. Sebaliknya Aparat Penegak Hukum (APH) yang berkepentingan lebih memberikan atensi dan menjadi lebih transparan.

Salam Hormat di Akhir Pekan

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun