Sang Ayah mengajak Anak Lelakinya ke pantai, sekedar menikmati hembusan angin dan deburan ombak. Sebuah gazebo menaungi keduanya dari sengat panas matahari. Nampak, ombak berkejaran, bergemuruh, menampar bibir pantai, lalu pecah menjadi buih-buih air. Beberapa orang pengunjung Pantai juga nampak menikmati pemandangan dan situasi tersebut.
" Kamu lihat di kejauhan sana, Anakku. Perahu nelayan yang kelihatan nampak diam dan tidak goyah oleh terjangan ombak. "
" Ya Ayah, aku lihat. "
" Padahal di bibir pantai ini, gelombang air  pecah setelah sampai di bibir pantai. Artinya, sebenarnya di kejauhan sana, air lautpun tidak diam, ia bergerak dan mungkin bergulung. Namun perahu nelayan itu nampak tenang, Sang Nelayan seperti tenang-tenang saja di atasnya, konsentrasi menangkap ikan dengan jaring atau memancing. "
Sang Ayah diam sejenak. Sang Anak tetap melihat ke kejauhan sana.
" Pun kehidupan, sebagaimana yang tengah Kamu alami saat ini. Ada sebuah ketenangan yang nampak dari jauh, namun sebenarnya ada gemuruh goncangan yang tidak terlihat. Ini yang tidak boleh kamu diamkan. Perasaan yang terpendam, disimpan dalam batin, pada titik tertentu akan berontak dan berteriak sekeras-kerasnya. "
" Betul Ayah, maka Aku pastikan minta waktu Ayah untuk berbagi denganku. Mau menerima keluh dan gulana hati ini. "
Tangan Ayah menepuk pundak Sang Anak. Seolah tepukan untuk menebalkan semangat. Sang Anak, tadi sempat bercerita bahwa beberapa kali sudah mencoba untuk mundur, patah arang pada konsep kebahagiaan yang ingin ia ciptakan bersama perempuan yang ia sayangi itu seolah tak berujung. Ada rasa capai dan keraguan.
" Berulang kali, perasaan itu muncul Ayah. Sepertinya Aku tidak kuat. Mau mundur. "
" Sebegitukah ketegaran Seorang Anak Ayah? Saat dulu, Ayah belum menikah dengan Ibu-mu, lebih parah kondisi-nya dari pada yang Kamu alami saat ini. Bisa dikatakan lebih berat dan benar-benar berdarah-darah. Bayangkan waktu yang harus dilalui, tidak cuma dua atau tiga bulan, tapi hitungan tahun. Namun, justru karena waktu yang tidak sebentar, di dera permasalahan demi permasalahan, menjadikan kuat dan kokoh bangunan cintanya. "