Melanjutkan artikel saya kemaren tentang Menangkap The Big-Fish, hal penting lainnya yang harus disikapi adalah perlunya leadershsip yang kuat. Aspek ini akan berkaitan erat dengan beberapa hal sebagai berikut :
Pertama, inventarisasi dan mapping perkara-perkara yang sudah dalam ranah penyidikan di KPK. Inventarisasi bertujuan untuk mengumpulkan berapa perkara yang belum selesai (dalam konteks ini perkara dengan potensi dan katagori The Big Fish). Walaupun susah mendefinisikan, mana perkara yang masuk dalam katagori The Big-Fish. Namun, secara mudah bagi publik, perkara yang The Big Fish, akan melibatkan pihak-pihak yang poluler di publik, bisa karena jabatannya, atau karena peran-nya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sedangkan mapping merupakan pemetaan setelah teridentifikasinya perkara yang masuk The Big-Fish untuk di "bedah" dengan out put Tim mana yang akan diberikan target untuk menyelesaikannya. Tentu background Tim yang menangani mempunyai kapabilitas, syukur-syukur sudah pernah menangani perkara yang sama.
Kedua, leader memerankan diri sebagai quality control, yang aktif dalam "mengawal" perjalanan penanganan perkara. Media yang bisa digunakan berupa ekspose atau gelar perkara yang sudah menjadi tradisi. Hanya pada titik ini ekspose bukan sekedar membahas progress perkara, namun mengupayakan menemukan atas solusi yang dihadapi serta adanya terobosan-terobosan sebagai upaya akselerasi penanganan perkara. Dengan adanya upaya ini, target bisa tercapai bukan karena mobilitas dari Tim berserta unit supporting, namun langsung terback-up oleh leader.
Dalam referensi rekayasa dan manufaktur, sebagaimana dikutip dari wikipidea, pengendali mutu atau pengendali kualitas melibatkan pengembangan sistem untuk memastikan bahwa produk dan jasa dirancang dan diproduksi untuk memenuhi atau melampui persyaratan dari pelanggan maupun produsen sendiri.
Ini menjadi analog, leader bukan sekedar melakukan pengawalan atas progress perkara, namun memastikan bisa efektifnya proses penyidikan The Big-Fish tadi. Aktifnya leader ini memberikan dampak psikologis serta responblility yang besar bagi Tim untuk menyelesaikan perkara. Seolah selalu memperoleh "darah segar" untuk memenuhi target.
Ketiga, suntikan motivasi dan dukungan yang selalu diberikan leader, dalam situasi dan kondisi bagaimanapun. Sangat dimungkinkan terjadi, penanganan perkara The Big-Fish, akan ada tekanan-tekanan baik internal maupun eksternal. Pada posisi seperti ini, peran leader sebagai katalisator segala bentuk intervansi tadi, sehingga Tim akan memeroleh dukungan moril dan tidak goyah menghadapi pressure atau tekanan-tekanan tadi.
Terkait penanganan perkara The Big Fish, bisa dipastikan KPK akan mendapat support dan dukungan dari publik. Maka, transparansi setiap progres sangat dibutuhkan. Publik akan berada di belakang setiap langkah KPK dalam penegakan hukum, karena hakikatnya korupsi bukan masalah yang menjadi tugas KPK, namun melibatkan peran masyarakat di dalamnya. Hal ini disadari karena perbuatan korupsi, sangat merugikan hak-hak warga negara. Hak untuk hidup sejahtera, hak menikmati pendidikan, kesehatan dan semua aspek kehidupan lain, menjadi terganggu dan digerogoti oleh koruptor. Inilah makanya koruptor dipastikan menjadi public enemy, dan ini menjadi kekuatan moril yang besar bagi KPK.
Oleh karenanya, wajar bila publik akan menilai bagaimana keseriusan KPK, lembaga anti rasuah negeri ini ke depannya, pascakritik dari Dewas maupun eksternal, seperti MAKI dalam "mengulang sejarah" menangkap The Big Fish.
Artikel ini semoga menjadi autokritik dan memberikan se-noktah harapan tersebut.