Menebalkan Nilai Integritas (Duduk Di Karpet, Di Sela Rehat)
Ada waktu sekitar satu jam, di sela-sela pekerjaan untuk duduk bersimpuh di atas karpet merah, selesai jamaah solat dhuhur di Masjid Al-Iklas KPK. Takmir masjid sudah mengandekan acara tauziyah, dengan mendatangkan ustadz yang membahas tema tertentu. Waktu satu jam, sebagai waktu untuk istirahat Pegawai, benar-benar memberikan kemanfaatan bagi kebutuhan rohani.
Saya berusaha untuk mengikuti kegiatan tersebut, kecuali kalau ada tugas ke luar kota. Saat ada jadwal pemeriksaan baik saksi atau tersangka, saat lima atau sepuluh menit sebelum waktu dhuhur, saya pastikan untuk break. Kepada saksi atau tersangka ada juga hak untuk menjalankan ibadah, makan siang atau sekedar istirahat, keluar dari ruang pemeriksaan.
Pada saat tauziyah, ada sebuah keteduhan yang menyergap jiwa. Ada kalanya, Sang Ustadz menautkan pembahasan dengan masalah integritas dari sudut islami. Tema yang mengintegralkan nilai-nilai agama dengan perilaku dalam tugas. Ada keterpautan yang bisa menumbuh kembangkan semangat untuk tetap mempertahankan nilai-nilai integritas. Pemahaman pada nilai-nilai integritas, akan semakin menguat dan memunculkan tekad, tidak goyah, tidak ragu lagi, bahwa erat relevansinya dengan tugas sebagai penyidik KPK.
Sebuah pertanyaan diajukan : pernahkah sebagai penyidik KPK ada godaan untuk menerima "iming-iming" dari pihak yang sedang berperkara di KPK? Sangat logis ketika seseorang berperkara, akan mencoba segala cara, bisa lepas dari perkara tersebut, apapun caranya. Maka tidak heran, entah itu berbicara langsung kepada Penyidik saat pemeriksaan, lewat kolega penyidik, atau lewat pihak lain. Sebuah usaha yang "manusiawai". Mana ada orang yang mau menjalani hidup di balik jeruji besi dengan status sebagai tahanan korupsi?
Atas dasar profesionalisme, ketika "iming-iming" tadi diajukan, tidak perlu ada jawaban. Tidak perlu juga emosi menanggapinya. Cukup menunjukan sikap diam dan tidak respon atas pembicaraan tadi.
Itulah, untuk penebalan nilai-nilai integritas, salah satunnya dengan duduk di atas karpet merah, di dalam masjid, mendengar tauziyah Ustad. Peneduh hati, penguat jiwa dan penyeimbang perilaku di tengah gempuran bisikan yang menyesatkan. Diperlukan sikap untuk memproteksi moral dan kejujuran. Saya pikir, hal ini berlaku universal, bukan hanya pengalaman pribadi semata.
Itulah maka, Jacobs (2004) menengarai integritas menekankan konsistensi moral, keutuhan Pribadi atau kejujuran. Sedangkan menurut  Butler dan Cantrell (1984, di dalam Hosmer 1995) mengartikan integritas sebagai reputasi dapat dipercaya dan jujur dari seseorang untuk menjelaskan istilah "kepercayaan" di dalam konteks organisasi.
Siapapun, di mananapun, apapun bidang pekerjaan, sangat membutuhkan konsistensi integritas pegawainya. Ia yang bisa bertahan dalam kondisi apapun, akan bisa memenuhi ekspektasi organisasi atau perusahaannya. Karena, itu akan menjadi pondasi kuat dan menjadi kebutuhan dari organisasi. Banyak cara untuk penguatan nilai integritas.
Semua profesi sangat membutuhkan kekuatan integritas pegawainya. Dengan bangunan integritas yang kuat, ia akan menaut pada kejujuran, percaya diri, optimis dan sifat positif lainnya. Sebaliknya, sifat yang kontraproduktif atas nilai integritas, akan menjadi bangunan yang rapuh serta bisa mengerupsi bangunan dan pondasi organisasi atau perusahaan. Perlu, masing-masing pribadi mengembangkan nilai-nilai ini, tanpa harus menunggu. Karena banyak cara yang bisa dikerjakan. Niat yang lurus, terbentang jalan yang lurus pula.