Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismillah, Menulis Seputar Hukum dan Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Serasa Senyap di Peron Stasiun

6 Januari 2023   08:38 Diperbarui: 6 Januari 2023   10:51 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Serasa Senyap di Peron Stasiun

Foto : Dokumen Pribadi

Minggu malam, sekitar jam 22.30 saya sudah duduk di Peron Stasiun Besar Pekalongan. Tentunya, sebelum itu, saya harus melewati pintu boarding. " Tawang Jaya Premium empat puluh menit lagi Pak. " Begitu suara security yang bertugas pada boarding tadi. Saya merespon : " Ya pak, 40 menit lagi. "

Di punggung saya ada tas ransel, berisi beberapa pakaian dan ada makanan yang disisipkan istri sebagai bekal. Perempuan itu kadang memasukan makanan tanpa bilang kepada saya. Setelah tas tersebut saya letakan di kursi, sayapun mengambil posisi di deretan nomor 4 baris kursi yang ada di Peron tersebut. Saya toleh kanan dan kiri, ada beberapa orang yang duduk dengan masing-masing aktifitas. Saya sempat menghela nafas.

Saya putarkan pandangan, suasana yang nyaris tidak berbeda. Ada security di pintu keluar, ada beberapa petugas stasiun yang berada di ruang "pengendali" dan ada pula Cleaning Servis yang tetap komit menjaga kebersihan dengan mengepel lantai peron. Sekian menit berlalu, ada selintas memory. Ya, kebiasaan seperti malam ini sudah saya jalani enam tahun lebih. Tepatnya, tanggal 16 Agustus 2016, kali pertama saya menuju Jakarta, untuk melaksanakan tugas di KPK. 

Sebagai kilas balik, saya bergabung sebagai penyidik KPK setelah menjalani proses seleksi. Ada 126 calon penyidik yang ikut seleksi. Tes tertulis, psikotes, bahasa Inggris, kesehatan dan wawancara. Itu yang harus saya lalui. Ketika semua sudah terlewati, tinggal 9 orang yang tersisa, salah satunya saya. Tentu saya bersyukur. Ujud syukur tersebut salah satunya adalah dengan berusaha bekerja sebaik mungkin. Seolah apa yang terbaik, ingin saya tunjukan. Banyak hal yang akhirnya bisa saya dapatkan, network, pengalaman, mendatangi kota-kota dari pulau Sumatra hingga Papua, bahkan menambah ilmu tentang digital-evidance di Malaysia.

Pengalaman yang paling berharga dari yang saya peroleh adalah mengenal karakter dari orang-orang yang "terlibat dalam kasus korupsi". Bagaimana mereka? Saya petakan sebagai berikut :

Pertama, mereka yang jelas-jelas melakukan korupsi dan menyesal sampai menangis. Apa yang terucap ? " Saya tidak masalah dengan diri saya mau ditahan untuk menebus kesalahan saya, tapi saya sangat kasihan pada anak saya. Tiga anak saya tidak pernah menengok saya dan mengatakan pada istri, tidak mau bertemu dengan saya lagi. "

Kedua, mereka yang tidak yakin bahwa perbuatannya bisa mengantarkannya sebagai seorang dengan stigma koruptor. Apa katanya? Yang saya lakukan sepertinya sudah sesuai aturan, tidak ada yang dilanggar. Menjadi aneh kalau akhirnya hanya karena tanda tangan saya, mengantarkan saya di Gedung KPK ini." Begitulah.

Ketiga, mereka yang dengan tegar mengatakan : " Ini salah saya. Apapun yang terjadi, memang harus saya tanggung. Mungkin, di penjara, saya akan menjadi orang yang baik-baik. Mungkin juga, begini cara Tuhan menyadarkan saya. "

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun