Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismillah, Menulis Seputar Hukum dan Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Outsourcing dan Sikap Bijak

5 Januari 2023   09:03 Diperbarui: 5 Januari 2023   09:11 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Outsourcing dan Sikap Bijak

Sebagaimana prolog Kompasiana, Perpu Cipta Kerja khususnya pada pasal 81 poin 19 sampai 21 yang mengatur tentang outsourcing adalah salah satu yang disoroti publik. Pasalnya, tidak ada ketentuan baku bidang apa saja yang boleh menggunakan tenaga outsourcing. Akibatnya, semua jenis pekerjaan outsourcing diperbolehkan. Namun begitu, Perpu menjelaskan bahwa aturan lebih jauh mengenai tenaga alih daya ini akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP).

Ketidak adaan aturan baku terkait jenis pekerjaan yang diperbolehkan membuka peluang, pada jenis pekerjaan yang beririsan dengan pekerjaan perusahaan menggunakan outsourcing. Sehingga terbitnya perppu ini malah menimbulkan ketidakpastian hukum. Adanya batasan mengenai jenis pekerjaan yang bisa outsourcing sebagaimana diatur dalam UU No 13 Tahun 2002 tentang Ketenagakerjaan, dipandang sebagai "terbuka-nya" peluang untuk memperluas jenis pekerjaan yang bisa di outsourcing. Padahal, substansinya, para buruh, organisasi buruh maupun "pejuang" anti outsourcing, justru "memperjuangkan penghapusan outsourcing.

Bidang pekerjaan yang dibolehkan oleh UU Ketenagakerjaan adalah penjaga kebersihan, keamanan, penyedia makanan atau catering, kurir atau pengemudi, petugas call center, pekerja manufaktur, facility management. Bidang pekerjaan ini, di luar dari bidang pekerjaan utama perusahaan. Keenam bidang pekerjaan yang muncul di UU Ketenagakerjaan saja dianggap sebagai bentuk "perbudakan-modern", apalagi tanpa di atur dalam Undang-Undang. Ada ketidak pastian hukum yang dikhawatirkan akan "memperluas" jenis bidang pekerjaan lainnya.

Upaya untuk meniadakan outsourcing, sebagai upaya yang manusiawai. Pada pola kerja outsourcing, seolah pekerja benar-benar "hanya dimanfaatkan" tenaga-nya pada saat dibutuhkan. Setelah tidak diperlukan, ya sudah silakan jalan, tanpa ada lagi keterikatan hak-hak pada tempatnya bekerja. Karena hakikatnya, pekerja dengan status outsourcing, hanya mempunyai ikatan dengan pihak perusahaan yang mempekerjakannya,  bukan tempat perusahaan ia bekerja. 

Di kantor saya bekerja, setiap bulan Desember minggu-minggu pertengahan, menjadi minggu yang menegangkan bagi para pekerja outsourcing. Salah satunya, sebut saja Eko, yang kesehariannya sebagai OB. Sebab pada saat itu, ia menunggu apakah akan bisa bekerja lagi, atau kontraknya akan diputus. Bila diputus, ia harus bersiap-siap lagi mencari pekerjaan yang baru, tanpa adanya uang pesangon untuk sekedar modal. Vendor, tempat mereka bekerja, bisa-bisa kalah dalam tender, sehingga bila vendor pemenang lelang tidak menggunakan jasa-nya lagi, jadilah ia penganggur.

Awal Januari lalu, Eko terlihat cerah ketika bertemu saya, seragam yang ia pakai juga berganti warna. " Gimana Eko? " Alhamdulillah, Pak, masih bisa bekerja lagi di sini, walau ganti perusahaan. " Begitu ucap Eko. Pun, Eko-Eko yang lain, baik di kantor saya maupun perusahaan lain, akan selalu begitu. Dalam penantian di akhir tahun, dan aka nada wajah yang ceria, bergembira karena tenaganya masih digunakan perusahaan dan banyak juga yang harus meninggalkan pekerjaan karena kontrak tidak lagi diperpanjang.

Dalam konteks Perppu yang baru, adanya kepastian hukum tentang Outsourcing, perlu disikapi dengan bijaksana oleh semua pihak. Karena berbicara pekerja outsoucing akan melibatkan banyak kepentingan yang tidak bisa dijustifikasi sepihak, siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan, karena bertalian dengan urusan managemen di satu sisi dan urusan perut di sisi yang lain.

Adaequatio intellectus et rei, perlu adanya kesesuaian pikiran  dengan obyek, bagi para stakeholder mengenai ketenagakerjaan ini. Jangan sampai prinsip dalam hukum ini menisbikan rambu-rambu dalam merumuskan materi hukum yang sudah diterima secara universal. Bukankah keberadaan hukum adalah salah satunya untuk tercapainya keadilan?

Salam Sehat Untuk Kita Semua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun