Mentari pagi muncul dari timur pertanda aktifitas harus segera dimulai.Hujan rintik-rintik membuat badan ini terasa berat untuk membuka kain yang menyelimuti tubuh.Hanya saja detik demi detik jam yang mengharuskan untuk menjalankan kewajiban bangun dari tempat tidur.Kulangkahkan kaki menuju kamar mandi untuk menyiram badan ini supaya segar menghilangkan kantuk.
Kusiapkan bekal seperti jas hujan, plastik dan sepatu boot buat persiapan perjalananku. Teman setia si gendut merah (Motor Vario Merah) yang hampir setiap hari menemani perjalananku dan sebagai saksi bisu dalam keadaan jalan yang licin penuh lumpur maupun menyebrang dari satu jembatan ke jembatan yang lainnya tatkala banjir melanda.
Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahimi, kubulatkan tekad untuk melaksanakan tugas dan kewajiban.Kunaikkan gas agar sigendut melaju melaju kencang menempuh jarak 42 km yang harus kulalui .20 Kilo Meter jalan aspal kulalui .Sesudahnya menanti jalan yang penuh lumpur yang siap kuhadapi.Dengan garangnya sigendut dan sepatu bootku beraksi, yang selalu menolongku disaat berada dipanggung jalanan penuh lumpur.
Terkadang sampai harus mencium baunya wangi lumpur tanah kuning dikarenakan jalan sangat licin dan aku terjatuh.Sepuluh Kilo Meter kulalui dengan rasa penuh haru, tiba saatnya didepan sungai besar yang mengharuskan aku dan si gendut untuk menyeberanginya. Dengan jasa penyebrangan perahu yang terbuat dari kayu ku sebrangi sungai barito yang lebarnya kurang lebih 100 Meter.
Sampai diujung sungai kukeluarkan uang Rp. 5.000,00 buat jasa penyebrangan.Perjalanan kulanjutkan 15 KM melalui kebun kebun karet dengan kondisi jalan yang masih jalan tanah liat.Disinilah kadang aku terasa seperti di kebun binatang, sering kujumpai kera kera yg bergerombol di pinggir jalanan dan tak jarang pula kujumpai ular yang sedang menyebrangi jalan saat aku mau lewat.
Terkadang hati ini terasa was-was untuk melanjutkan perjalanan,tetapi tugas dan kewajiban yang mengharuskan aku harus lewati.Dalam perjalanan kulewati jembatan jembatan anak sungai barito yang terkadang dalam melewati nya juga mengharuskan dengan jasa penyebrangan sederhana yaitu dengan beberapa kayu yang diikat menjadi satu dengan upah Rp. 10.000,00 satu kali menyebarangi jembatan ketika sungai barito banjir.
Sampailah kami di sekolah, sepatu boot kulepas berganti dengan sepatu yang biasa saya gunakan untuk mengajar.Suara riuh anak-anak remaja SMAN 1 Lahei Barat Barito Utara menyambutku yang menjadi penyemangat dan penghilang rasa capek.Sapaan selamat pagi bu selalu kunanti dan apabila sudah mendengar suara itu rasa hati ini jadi gembira. Kulangkahkan kakiku menuju Ruangan Guru, kusapa teman teman guru.
Tak berapa lama bunyi bell berbunyi, pertanda saya harus masuk kelas mengisi pelajaran.Kuawali mengajar anak anak dengan membuka salam kemudian berdoa.Kutanyakan tugas mandiri apakah sudah dikerjakan apa belum?
Dengan suara rendah seorang anak menjawab ,Maaf ibu tugas belum kami kerjakan dikarenakan tugas yang berupa link tidak bisa kami buka dikarenakan tadi malam listrik padam dan tidak ada sinyal.Kemudian kujawab tidak apa apa meskipun hati ini terasa agak kecewa karena alur pembelajaran harus berubah seketika. Akan tetapi aku tidak kaget karena hal semacam itu hampir setiap hari kutemui.
Sekolahku mengajar berada di sebuah kecamatan pemekaran di kalimantan Tengah di Kabupaten Barito Utara.Yang belum ada sarana prasarana sebagus di Jawa.Inilah kenyataannya suatu daerah yang kaya akan batu bara, kaya akan minyak bumi dan dilingkungan sekolahan kami banyak perusahaan perusahaan besar, akan tetapi yang disesalkan sarana prasarana nya masih jauh dari kata lengkap.
Dengan rasa semangat aku tidak mau itu menjadi alasan untuk memberikan semanagat belajar kepada mereka dengan keterbatasan yang ada.Disinilah guru dituntut tidak hanya mental saja, akan tetapi inovasi inovasi harus di keluarkan untuk membangkitkan semangat anak anak.