Mohon tunggu...
Heribertus SetyoHermawan
Heribertus SetyoHermawan Mohon Tunggu... Guru - Hari Esok Raih Impian (HERI)

Hari Esok Raih Impian (HERI)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kemiskinan Intelektual dan Moralitas Tragedi Kanjuruan

7 Oktober 2022   17:46 Diperbarui: 7 Oktober 2022   17:49 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Heribertus Setyo Hermawan
Mahasiswa Pascasarjana Dr. Soetomo Surabaya

Tragedi Kanjuruan Malang merupakan peristiwa yang sangat memprihatinkan. Pada awal bulan oktober telah terjadi tragedi yang memakan banyak korban jiwa karena kerusuhan yang terjadi dalam pertandingan Srena FC vs Persebaya. 

Kerusuhan yang terjadi membuat aparat keamanan menembakan gas air mata ke arah tribun. Padahal penggunaan gas air mata sebenarnya tidak diperbolehkan oleh FIFA. 

Kerusuhan ini membuat lebih dari 100 orang meninggal. Tragedi ini diduga disebabkan oleh penggemar yang tidak terima bila tim yang didukung kalah. Peristiwa tragedi tersebut sebagai peristiwa terkelam sepak bola tanah air

Tragedi tersebut menjadi tontonan dunia pendidikan  yang tidak edukatif. Insiden ini memberikan edukasi yang tidak sehat bagi pelajar. Bila tidak puas bisa melampiaskan apa saja sebagai bentuk rasa todak terima. Inilah potret moralitas yang patut dicermati setiap pihak. 

Dunia pendidikan menjadikan kasus tersebut sebagai pembelajaran yang mahal. Peserta didik harus mendapatkan edukasi yang teoat dan bijak berkaitan dengan tragedi kemanusiaan tersebut. Hal-hal berbau kekerasan tersebut mudah diakses melalui televisi dan media sosial dengan cepat.

Hal tersebut akan mempengaruhi generasi muda dengan dampak yang negatif. Pelajar sebagai generasi muda Indonesia tidak akan berkembang jika hanya menikmati tontonan yang tidak edukatif yang berbau kekerasaan. Yang sangat dikhawatirkan adalah anak-anak muda dapat terinspirasi dari tingkah laku yang kurang baik dan mempraktikannya pada teman-temannya.

Dalam kasus ini, polisi yang seharusnya  menjaga keamanan dan ketertiban arena justru membuat keadaan semakin kacau. Semestinya, penggunaan gas air mata ini tidak boleh dipergunakan dalam menghadapi kerusuhan yang terjadi dimana area yang ada adalah tertutup. 

Meskipun polisi berdalih bahwa penggunaan gas air mata adalah prosedur, polisi masih melakukan kesalahan besar dengan melempar gas air mata kepada pebonton. Secara tidak langsung tindakan yang dilakukan oleh pihak kepolisian memberikan simbol bahwa kepolisian melakukan tindak kekerasan dan dinilai tidak profesional.

Negara tidak mampu menjaga kenyamanan dan keselamatan warga. Ketidaktegasan PSSI dalam mengedukasi penggemar sepak bola dan tidak menindak tegas klub yang melanggar menyebabkan hal seperti kerusuhan Kanjuruhan dapat terjadi kembali. 

Banyaknya korban yang tewas dalam Tragedi Kanjuruhan akibat gas air mata merupakan salah satu bukti ketidakmampuan negara untuk melindungi masyarakat. Aparat negara perlu meningkatkan pendiriannya untuk mengayomi dan melindungi masyarakat Indonesia, tanpa menggunakan kekerasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun