Mohon tunggu...
Heri Akhmadi
Heri Akhmadi Mohon Tunggu... -

Manusia Biasa, Belajar, Berfikir dan Berbuat...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Bahagia Itu Ternyata (Tidak) Sederhana

12 Maret 2014   05:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:02 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ini adalah tulisan pertama saya di Kompasiana, sekaligus sebagai awal dari tulisan-tulisan saya selanjutnya insyaAllah. Mengapa saya mengawali tulisan ini dengan tema Kebahagian?...Alasannya sederhana saja. Orang bijak mengatakan, start from the end. Mulailah dari akhir. Untuk itulah saya memulai tulisan Saya dengan sebuah “akhiran”, yaitu bahagia. Karena kita semua tentu berharap untuk dapat mempunyai akhir yang bahagia. Baik di dunia dan tentu saja di akhirat nantinya.

Menjadi bahagia adalah hak setiap manusia, tak peduli apakah dia miskin ataupun kaya, tua ataupun muda. Orang megatakan bahagia itu bukan soal waktu, anda bisa bahagia kapan saja. Karena bahagia adalah keputusan, saat anda memutuskan untuk bahagia sejatinya anda bahagia dalam kondisi apapun adanya. Ini mungkin terlihat filosofis atau bahkan utopis. Tapi memang seperti itulah, bahagia memang sederhana.

Tapi apakah memang sesederhana itu untuk menjadi bahagia. Lantas bagaimana bahagia menurut Islam?...Allah SWT berfirman dalam surat kedua Al Baqarah ayat 201

"Maka diantara manusia ada orang yang berdoa: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia, dan tiadalah baginya bagian yang menyenangkan di akhirat # Dan di antara mereka ada orang yang berdoa : `Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka # Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya". (QS.2.200-202)

Dari ayat ini tersurat bahwa kebahagian dalam Islam itu mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi dunia dan dimensi akhirat. Ayat ini juga mengindikasikan bahwa Islam mengajarkan visi bahagia bagi umatnya. Setiap orang hendaknya mempunyai harapan akan kebaikan/kebahagiaan yang dimensinya tidak cuma di dunia, tapi juga di akhirat.

Pertanyaan selanjutnya adalah, siapakah orang yang akan mendapatkan kebahagiaan itu?. Kebahagiaan yang tidak cuma di dunia tapi juga di akhirat nantinya. Al Quran menjawabnya dalam satu uraian panjang yang disebut dalam Surat Al Mukminun ayat 1-11. Allah SWT berfirman :

“1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, 2. (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sholatnya, 3. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, 4. dan orang-orang yang menunaikan zakat, 5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, 6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. 7. Barangsiapa mencari yang di balik itu Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. 8. dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. 9. dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. 10. mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi, 11. (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.” (al-Mu’minuun: 1-11)

Dari sebelas ayat di atas, terlihat bahwa untuk menjadi orang yang bahagia ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Menjadi bahagia itu ternyata tidak “sederhana” sebagaimana sebagian orang berkata. Yah, itu karena bahagia di sini adalah bahagia yang hakiki, bahagia yang sesungguhnya yaitu di surga. Bahagia yang tidak ada bandingannya di dunia. Itulah bahagia yang kekal, yang abadi selama-lamanya. Karena sejatinya bahagia di dunia itu adalah bahagia yang semu. Ia bisa berbolak-balik laksana roda berputar. Saat ini bahagia, besok mungkin menderita. Atau begitu juga sebaliknya. Itulah mengapa kita dianjurkan untuk mengharapkan keduanya. Bahagia di akhirat tapi juga di dunia.

Jadi, kalau ada yang mengatakan bahwa menjadi bahagia itu sederhana. Bahagia adalah anda putuskan bahagia, maka anda bahagia. Perlu ditanya bahagia yang seperti apa?...Kalau untuk kebahagian dunia mungkin saja, tapi kalau bahagia dunia akhirat nanti dulu ada syaratnya.

Kembali ke surat Al Mukminun di atas. Kalau kita cermati, sebenarnya untuk menjadi bahagia memang syaratnya cuma satu saja. Yaitu sebagaimana disebut di ayat 1, bahwa yang berbahagia adalah orang yang beriman. Hanya saja menjadi orang yang beriman dalam konteks ini (yang bahagia) ternyata tidak sederhana. Setidaknya ada 6 kriteria, dan itu sifatnya satu kesatuan tidak boleh ada yang kurang. Ditambah dengan syarat pokoknya keimanan maka total menjadi 7 syarat bahagia dunia akhirat.

Selengkapnya yaitu :


  1. Orang yang beriman, yaitu :
  2. Yang khusyu’ dalam sholatnya,
  3. Yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,
  4. Yang menunaikan zakat,
  5. Yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka,
  6. Yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya,
  7. Yang menjaga sholatnya

Sekilas memang terlihat tidak mudah. Karena sorga Allah memang tidak murah. Tapi jelas sekali parameternya. Kita hanya ditugaskan untuk mengusahakannya. Dan imbalannya adalah kebahagiaan yang kekal selama-lamanya. Tidak cuma kebahagian semu di dunia.

Selamat berdoa dan berbahagia.

Bangkok, 11March 2014.

Refference :

-Al Quran Al Karim

-Picture by http://casnocha.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun