Mohon tunggu...
Heri Junianto
Heri Junianto Mohon Tunggu... wiraswasta -

pembelajar kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

BPR Berperan Mengembangkan Ekonomi Daerah

18 Agustus 2014   03:37 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:17 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bank Perkreditan Rakyat atau yang lebih dikenal dengan singkatan BPR adalah salah satu jenis bank yang keberadaannya diatur dengan Undang-Undang Perbankan No.7 Tahun 1992 yang selanjutnya diubah dengan Undang-Undang No.10 tahun 1998. BPR juga merupakan peserta Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), lembaga pemerintah yang didirikan berdasarkan Uandang-Undang No.24 tahun 2004 untuk menjamin simpanan nasabah bank dan melakukan penyelesaian atau penanganan terhadap bank yang tidak berhasil disehatkan.

Meskipun BPR dan Bank Umum adalah sama-sama bank yang keberadaannya diatur oleh Undang-Undang yang sama, kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh BPR sangat terbatas dibandingkan dengan Bank Umum, yaitu hanya meliputi penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, memberikan kredit serta menempatkan dana dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan/atau tabungan pada bank lain. BPR tidak diperkenankan menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran serta melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai pedagang valuta asing (dengan izin Bank Indonesia), melakukan penyertaan modal, dan melakukan usaha perasuransian. Adapun wilayah kantor operasionalnya dibatasi hanya dalam 1(satu) propinsi.

Sesuai dengan karakteristik dan cakupan wilayah kerjanya, BPR memiliki peranan yang besar untuk memajukan perekonomian daerah. Kehadirian BPR memberikan alternatif yang aman bagi masyarakat untuk menyimpan dananya karena dijamin oleh LPS, sekaligus juga dapat melayani kebutuhan masyarakat setempat akan pinjaman dari bank.

Fungsi intermediasi  BPR yang ditandai dengan tingginya loan to deposit ratio (LDR) yang rata-rata mencapai lebih dari 80%, membuktikan peranan nyata BPR bagi perkembangan ekonomi daerah. Ini berarti sebagian besar dana yang berhasil dihimpun oleh BPR telah disalurkan kembali kepada masyarakat sekitarnya yang membutuhkan dana untuk berbagai keperluan, seperti untuk pengembangan usaha, modal kerja, pembelian kendaraan, kepemilikan dan perbaikan rumah, bahkan untuk keperluan insidentil seperti biaya berobat, hajatan atau keperluan pendidikan anak.

Latar belakang Nasabah BPR pun cukup beragam, sebagian besar mereka merupakan tulang punggung keluarga, seperti pedagang pasar, petani, nelayan, pejual makanan warung, bakso gerobak, salon, tukang cukur, pedagang keliling bahkan tukang ojek. Dari kalangan usaha tentunya merupakan pelaku usaha dalam kategori usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Karena BPR mampu memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat dan mendorong perkembangan ekonomi daerah untuk tumbuh secara mandiri, maka selayaknya pemerintah daerah (Pemda) mendorong berbagai pihak,  bahkan berperan aktif mendirikan BPR-BPR di daerahnya.

Di banyak daerah, baik Kabupaten/Kota maupun Propinsi, beberapa Pemda telah mengambil peran aktif memajukan perekonomian daerahnya dengan mendirikan BPR. Sampai tahun 2013,  BPR yang dimiliki oleh Pemda dan bergabung dalam Perhimpunan BPR Milik Pemda se Indonesia (Perbamida) berjumlah 385 BPR dengan aset mencapai hampir Rp.19,5 triliun. Sedangkan penyaluran kreditnya mencapai hampir Rp. 18 triliun dengan penghimpunan dana pihak ketiga sekitar Rp. 16,5 triliun. (dikutip dari: http://skalanews.com/berita/detail/164265/2013-BPR-Perbamida-Tumbuh-25-30-Persen)

Menurut Data Otoritas Jasa Keuangan, sampai periode Mei 2014 keseluruhan BPR yang ada di Indonesia mencapai 1.634 BPR dengan jumlah kantor sebanyak 4.717 dan memiliki total aset sebesar Rp. 78,8 T. Sedang Kredit yang berhasil disalurkan mencapai Rp. 64,2 T yang merupakan 85,37% dana yang dikelolanya. (dikutip dari: http://www.ojk.go.id/statistik-perbankan-indonesia-mei-2014)

Sebagai sebuah usaha, BPR juga dinilai cukup menguntungkan. Berdasarkan data OJK, kinerja yang dihasilkan industri BPR pada tahun 2013 membukukan laba sebesar 2,661 T dengan Rasio Return on Equity (ROE) sebesar 30,71 % dan Return on Assets sebesar 3,31%. Sedang akumulasi laba sepanjang tahun 2014 sampai bulan Mei sudah mencapai 1,117 T.

Di Kalimantan Barat sendiri saat ini baru terdapat 20 BPR dengan jumlah kantor sebanyak 27 dengan sebaran yang tidak merata dan lebih dari setengahnya berlokasi di sekitar Kota Pontianak. Potensi untuk mendirikan BPR di Kalimantan Barat masih cukup terbuka, bahkan masih ada beberapa kabupaten yang sampai saat ini belum memiliki BPR, padahal idealnya keberadaan BPR bisa sampai pada tingkat kecamatan.

Sesuai Undang-Undang Perbankan No.7 Tahun 1992 yang selanjutnya diubah dengan Undang-Undang No.10 tahun 1998 dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/26/2006 tentang Bank Perkreditan Rakyat, BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI), Badan Hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya WNI, atau Pemerintah Daerah (Pemda), atau beberapa pihak diantaranya. Ini berarti, baik swasta maupun pemerintah dapat berkontribusi memajukan perekonomian daerah dengan ikut mendirikan BPR-BPR baru. Dengan berlakunya Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka ijin pendirian BPR dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun