Renaissance, disebut sebagai masa pencerahan ilmu pengetahuan, lebih khususnya merujuk pada pergolakan ilmu di dataran Eropa. Di sisi lain, pada belahan dunia Islam tersendiri menjadi tanda kemunduran ilmu pengetahuan yang menyebabkan umat Islam gagal mempelopori lahirnya Abad Modern (Jalaludin 2020).
Loncatan Psikologi
Tahapan perkembangan psikologi ditinjau dari segi kajiannya bermula dari pendekatan orisinitas berpikir animisme ke natural science, kemudian mengarah pada pemahaman kehidupan secara spesifik, dimana hubungan antar unsur di dalam diri manusia menjadi topik utama masa pencerahan. Masyarakat masa ini merespon hubungan agama dan ilmu pengetahuan bukan dalam bentuk history of scientific progress, namun lebih melirik pada social psychology, menelaah gejala, hubungan, serta pengaruh terhadap sosial. Adapaun garis merah terlahirnya abad pencerahan yakni menghendaki pembuktian secara ilmiah (modern) dari kajian gejala kejiwaan manusia khususnya dibidang ilmu psikologi.
Berikut adalah tokoh psikologi jika dirunut dari abad pencerahan sampai dengan menjadi ilmu yang berdiri sendiri, yakni Francis Bacon (1521-1626), yang mengembagkan metode induktif dalam ilmu psikologi; Rene Descrates (1596-1650), filsuf rasional modern yang membedakan kelakuan manusia dengan hewan; Thomas Hobbes (1588-1879), beraliran empiris dengan corak asosiasi pada pengalaman jiwa manusia; Jhon Locke (1623-1704), dengan teori "tabula rasa" yang diisi oleh pengalaman lahiriah (sensation) dan batiniah (reflection); I.P. Pavlov (1849-1936), dengan pembahasa refleks yang melahirkan aliran Behavoirisme; Willian McDaugal (1871-1938), dengan teori "Purposive Psychology"; F.J. Gall (1785-18280, jiwa manusia dapat diketahui dengan meraba tengkorak kepalanya; dan Wilhelm Wundt (1832-1920), pelopor ilmu psikologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri melalui uji coba laboratorium psikologi pada tahun 1875 (Marliani 2014).
Kemunculan psikologi positif tidak terlepas dan atau terpengaruh akan aliran psikologi sebelumnya, dimana kajian terhadap manusia lebih menekankan aspek penyakit mental, patologi. Singkatnya, pada tahun 1998, Martin E.P. Seligmen (Presiden APA) sebagai orang pertamakali yang mendeklarasikan diri dalam memandang manusia secara universal, dibandingkan aliran sebelumnya secara parsial (psikoanalisis dan behavioristik), gagasannya tersebut tertuang dalam pemahaman manusia secara utuh demi mengembangkan potensi positif manusia. Walaupun demikian, psikologi positif telah disinggung terlebih oleh Abraham Maslow dan William James pada kisaran 1950-an.
Secara sederana, definisi psikologi psositif oleh APA, Positive psychology is the scientific study of what enables individuals and communities to thrive. Sedangkan dalam perkembangannya, landasan psikologi positif manusia disari dari berbagai tradisi, spiritual, keyakinan, agama dan filsafat yang pernah berkembang di dunia. Lebih lanjut, fokus psikologi positif tertuang dalam konsep:
Positive psychology focuses on wellbeing, happiness, flow, personal strength, wisdom creativity, imagination and characteristics of positive groups and institutions. Funhermore, the focus in not just on how to make individuals happy, thereby perpetuating a self-centred, narsissistic approach, but on happiness and flourishing at a group level as well. We will lool at how individuals and groups thrive and how increasing the wellbeing of one will a positive effect on the other, leading to a win-win situation (Hefferon dan Boniwell 2011)
Dalam kaitannya, anggota APA (American Psychology Association) bersama dengan presidennya merumuskan sebuah perspektif --sudut pandang-- dalam psikologi positif, yakni:
At the subjective level, positive psychology looks at POSITIVE SUBJECTIVE STATES, or positive emotions such as happiness, joy, satisfication with life, relaxation, love, intimacy, and contentment. At the individual level,positive psychology focuseson POSITIVE INDIVIDUAL TRAITS, or the more positive behavioral patterns seen in people over time, such as manifestations of courage, persistence, honesty, and wisdom. And at the group or societed level, positive psychology focuses on the development, creation, and maintenance of POSITIVE INSTITUTIONS, In this regard, it addresses issues such as the development of civic virtues, the creation of healthy families, and the study of healthy work environments (Compton, Hoffman, dan Compton 2012)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H