Mohon tunggu...
heri susanto
heri susanto Mohon Tunggu... -

_an ordinary person who has an extra ordinary dreams_ ^_^

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi Membakar Rupiah Dimalam Tahun Baru

1 Januari 2011   06:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:04 969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12938613781808851783

Pukul 00.00 tahun 2011. Suara letupan kembang api menggema dari berbagai penjuru. Seperti tahun-tahun sebelumnya, setiap malam pergantian tahun saya dan teman kos menyaksikan pertunjukan kembang api dari lantai tiga rumah kos kami. Dari tempat ini pemandangan tampak begitu indah. Kota Bogor tampak begitu meriah malam ini. Bunyi letupan kembang api bertautan diiringi indahnya pancaran sinarnya yang warna warni. Bagi sebagian orang rasanya sayangjika saat-saat seperti ini dilewatkan begitu saja.

Tidak hanya kota Bogor yang merayakan malam pergantiaan tahun. Tradisi ini dilakukan di berbagai tempat dari berbagai negara. Setiap Negara memiliki tradisi yang berbeda untuk merayakan malam pergantian tahun baru masehi. Sebenarnya tradisi perayaan tahun baru sudah dimulai pada tanggal 1 Januari tahun 45 sebelum masehi si Roma. Pada saat itu pemerintahan Romawi masih dalam kekuasaan kaisar Julius Caesar.

Pada saat itu, pergantian tahun baru dirayakan dengan memberikan hadiah yang berupa potongan daun pohon suci, kacang atau koin lapis emas bergambar dewa Jenus, yaitu dewa pintu dan permulaan. Seiring dengan berjalannya waktu tradisi perayaan tahun baru pun berkembang ke berbagai Negara. Perayaan tahun baru biasanya mengalami penyesuaian dengan kultur dan budaya dari Negara itu sendiri. Seperti pada masayarakat Persia kuno yang mempersembahkan hadiah telur sebagai lambing produktivitas. Mereka biasanya memulai tahun baru pada hari panen.

Di zaman yang sudah modern seperti saat ini. Tradisi perayaan tahun baru pun mulai berkembang dan dilakukan hamper oleh setiap Negara. Di Amerika tepatnya di New York City, acara tahun baru ditndai dengan tradisi penurunan big apple atau sebuah bola raksasa di Times Square. Bola yang dibuat dari Waterford crystal ini diturunkan dari tiang pada pukul 23.59 dan sampai pada bagian bawah tiang tepat pukul 00.00.

Di Spanyol perayaan tahu baru dimulai dengan acara makan malam bersama keluarga. Nochevieja atau Fin de Año adalah sebutan untuk malam baru disana. Dengan menggunakan pakaian dalam berwarna merah dipercaya dapat mendatangkan nasib baik. Sejak tahun 1909, orang Spanyol memiliki tradisi memakan 12 buah anggur, satu per satu mengikuti lonceng. Tradisi ini dilakukan untuk menghabiskan surplus produksi anggur mereka. Setelah pergantian tahun, orang Spanyol saling memberi selamat tahun baru sambil bersulang dengan minuman anggur bersoda seperti cava atau sampanye, dan cider. Dan setelah makan malam bersama keluarga dan makan anggur, anak-anak muda pergi ke tempat hiburan malam dan aula hotel untuk berpesta sampai pagi. Tradisi pesta ini disebut cotillones de nochevieja, dan berasal dari kata cotillón yang dalam bahasa Spanyol berarti pernik-pernik pesta. Di pagi harinya, peserta pesta biasanya berkumpul untuk menikmati hidangan sarapan pagi musim dingin berupa minuman cokelat panas dan churro (kue goreng).

Selain kedua negara tersebut, perayaan tahun baru kini juga telah menjadi tradisi tersendiri bagi bangsa Indonesia. Wilayah Indonesia yang terbagi menjadi tiga wilayah dengan waktu yang berbeda melakukan ritual perayaan tahun baru dengan cara yang berbeda pula. Sebagai contoh, wilayah Indonesia timur tepatnya di Ternate, Maluku Utara. Perayaan pergantian tahun baru dilakukan dengan menggelar pawai motor besar-besaran. Iring-iringan motor berjalan mengelilingi kota dan berhenti ditempat pemberhentian (biasanya alun-alun) yang telah ditentukan panitia. Sedangkan di daerah ibu kota Jakarta, kemeriahan perayaan tahun baru banyak dilakukan dengan menyelenggarakan konser music.

Walaupun dilakukan dengan cara yang berbeda-beda, tetapi biasaya semua perayaan itu mencapai punaknya dengan menyalakan kembang api. Kemeriahan pun dimulai. Indahnya warna kembang api yang berpendar diangkasa menghiasi langit malam. Setiap mata yang melihat seakan tak ingin berpaling dan melewatkan hasil letupan yang menghasilkan bentuk dan warna indah nan meriah. Tidak hanya sekali, letupan demi letupan akan terus bersambung selama beberapa saat dan bersaing menunjukkan keindahannya. Seperti malam ini.

Langit bogor warna warni berhiaskan kembang api. Tidak lama berselang sebuah sms masuk dalam hp yang saya pegang. Terlihat nomor asing yang tak tersimpan dalam kontak. Isi pesannya tidak lain adalah ucapan selamat tahun baru dan harapan agar tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya. Setelah sekian kalinya smsan, akhirnya saya tahu bahwa nomor itu adalah milik seorang kawan lama. Sebuah isi sms darinya pun menggelitik hati saya, “Her, kalau semua kembang api itu diuangkan bisa jadi berapa duit ya?? Pasti besar tuh nominalnya. Sayang ya,..duit kog dibakar?? Hehehe”. Sesaat saya pun tertawa geli membaca sms ini. Tapi jika kita mau berfikir dengan seksama sepertinya statement itu ada benarnya. Tradisi membakar kembang api adalah tradisi yang sia-sia. Tradisi hedonism diantara penderitaan rakyat. Masih ingatkah kita dengan kasus Prita Muliyasari yang tersandung kasus penyebaran nama baik sebuah RS International. Kasus tersebut menyentuh hati masyarakat Indonesia untuk kemudian membantunya. Bantuanpun dilakukan hanya dengan menyisihkan uang receh. Tapi sungguh luar biasa, walaupun hanya seratus perak yang kita sisihkan ternyata uang yang terkumpul bisa mencapai Rp 810 juta lebih. Kembali pada masalah kembang api, mungkin jika dirupiahkan, uangnya bisa untuk membangun sekolah, panti asuhan atau bahkan membantu saudara-saudara kita yang telah mengalami musibah. Sayangnya hal ini hanya disadari oleh sedikit dari kita. Kemeriahan pergantian tahun baru lebih banyak dilakukan dengan kegiatan hedon daripada kegiatan amal. Hanya segelintir dari kita yang mau berfikir dan melakukan kebaikan serupa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun