Indonesia. Begitu juga dengan pemilihan kepala daerah secara serentak di 2024 ini, cukup mengundang perhatian publik. Seperti tahun-tahun sebelumnya, provokasi kebencian begitu masif terjadi. Berbagai cara dilakukan, untuk menjatuhkan pasangan calon yang dianggap berseberangan. Caranya adalah dengan menggunakan tangan pihak lain, untuk menebarkan provokasi, hoaks dan kebencian.
Tak dipungkiri, isu politik masih memberikan perhatian yang serius bagi masyarakatSudah saatnya untuk terus mencari solusi baru, untuk mengantisipasi penyebaran provokasi dan pesan kebencian tersebut. Terlebih di masa tenang jelang pilkada, perlu diciptakan solusi baru untuk menciptakan ruang maya yang kondusif. Karena itu diperlukan kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, dan individu.
Lalu, bagaimana menciptakan ruang yang kondusif jelang pilkada serentak 2024? Salah satunya dengan cara meningkatkan literasi digital. Pemerintah dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan dan organisasi non-pemerintah untuk menyelenggarakan program literasi digital. Pelatihan literasi digital dapat diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan formal dan non-formal.
Pemerintah juga dapat mengembangkan modul pendidikan nilai kebangsaan yang dapat diakses secara online. Sekolah dan lembaga pendidikan dapat mengadakan kegiatan ekstrakurikuler yang memperkuat nilai-nilai kebangsaan. Hal ini penting agar para generasi muda ini, tidak lupa dengan asal usulnya sebagai warga negara Indonesia. Seperti kita tahu, Indonesia adalah negara majemuk, yang kaya akan keanekaragaman suku, agama, bahasa dan budaya. Dengan memahami asal usulnya, kita bisa saling menghargai dan berdampingan di tengah keberagaman.
Dialog dan diskusi secara terbuka juga perlu dilakukan. Organisasi masyarakat dan lembaga pendidikan dapat menyelenggarakan forum diskusi dan dialog lintas agama dan lintas generasi. Media sosial dapat digunakan sebagai platform untuk mengadakan diskusi online yang termoderasi. Media sosial jangan digunakan untuk menebar kebencian. Karena hal tersebut bisa memecah belah persatuan dan kesatuan yang ada.
Perlu kesadaran bersama untuk penguatan etika dalam bermedia sosial. Kampanye publik tentang etika bermedia sosial, dapat dilakukan melalui kampanye online dan offline. Dan hal ini harus dilakukan oleh semua elemen masyarakat. Dan yang tak kalah pentingnya adalah pemerintah dapat mengeluarkan pedoman etika bermedia sosial yang diikuti oleh seluruh pengguna media sosial. Hal ini penting karena aktifitas masyarakat di media sosial cukup masif sekali.
Kolaborasi antar generasi juga penting. Karena hal ini menunjukkan bahwa sinergi antar semua kalangan bisa dilakukan. Program mentoring antar generasi dapat diinisiasi untuk memfasilitasi pertukaran pengetahuan dan pengalaman. Kegiatan kolaboratif antar generasi dapat diadakan secara reguler untuk membangun solidaritas dan pemahaman yang lebih baik. Hal ini seharusnya tidak sulit, jika ada kemauan dan komitmen bersama. Apalagi kita semua pada dasarnya memiliki sifat gotong royong.
Jika semua hal diatas sudah dilakukan, tentu pemantauan dan penegakan hukum juga harus dijalankan. Pemerintah dapat membentuk tim khusus untuk memantau konten negatif dan melaporkan ke pihak berwenang. Penegakan hukum terhadap pelanggaran dalam ruang maya perlu ditingkatkan untuk memberikan efek jera bagi pelaku.
Melalui implementasi langkah-langkah di atas secara terintegrasi dan berkesinambungan, diharapkan ruang maya dapat menjadi lingkungan yang lebih kondusif, harmonis, dan berdampak positif bagi masyarakat jelang Pilkada 2024. Dibutuhkan komitmen dan kerjasama dari semua pihak untuk menciptakan perubahan yang signifikan dalam menjaga kebangsaan dan keharmonisan di dunia digital.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H