provokasi kebencian di media sosial sudah marak terjadi sejak beberapa tahun belakangan. Bibit provokasi tersebut mungkin sudah ada sejak dulu, dan terus berkembang menyesuaikan perkembangan zaman. Ironisnya, tingkat literasi masyarakat yang masih rendah, membuat sebagian masyarakat sulit membedakan mana informasi yang benar dan menyesatkan. Tak jarang mereka saling caci, saling hujat, hanya karena terprovokasi informasi yang belum tentu benar.
Entah sejak kapan mulainya,Indonesia juga punya pengalaman terkait provokasi, yang berujung pada konflik masyarakat. Di momen tahun politik, oknum masyarakat atau kelompok tertentu, biasanya menggunakan isu provokasi kebencian untuk memecah belah masyarakat. Bahkan tak jarang mereka menggunakan provokasi bernuansa SARA. Akibatnya, masyarakat yang merasa paling benar, merasa paling suci, merasa bagian dari mayoritas, muncul dengan amarah dan keangkuhan.
Sebagai negara yang majemuk, semestinya kita semua paham tentang keberagaman suku, agama, bahasa dan budaya di Indonesia. Sebagai masyarakat muslim, semestinya kita juga paham, jauh sebelum Islam masuk ke Indonesia, masyarakat ketika itu sudah banyak yang memeluk agama Hindu, Budha dan aliran kepercayaan. Jauh sebelum Islam menjadi mayoritas, keberagaman itu sudah ada dari sejak dulu. Apakah ini salah? Tentu tidak. Karena sejatinya Tuhan menciptakan bumi dan seisinya ini penuh dengan keberagaman. Dan tugas adalah merawat keberagaman tersebut.
Oknum kelompok yang mengklaim bagian dari agama mayoritas, seringkali mempersoalkan keberagaman ini. Bahkan, mereka juga sering melakukan provokasi di media sosial. Ada yang melalui postingan tulisan, video ataupun dakwah. Mereka juga sering mempersoalkan tradisi dan produk budaya yang sudah ada sejak dulu. Sebut saja seperti wayang. Benda budaya ini sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Wayang bahkan digunakan Wali Songo, untuk menyebarkan agama Islam ketika itu. Lalu, beberapa waktu lalu, ada salah seorang penceramah mempersoalkan wayang tersebut, yang dianggap bagian dari menyekutukan Tuhan.
Mari kita menggunakan logika. Benarkah wayang bagian dari menyekutukan Tuhan? Benarkah hormat terhadap bendera merah putih ketika upacara bendera, bagian dari menyekutukan Tuhan? Benarkah tradisi sesaji yang biasa dilakukan umat Hindu itu menyalahi aturan Islam? Sekali lagi, mari kita introspeksi. Contoh diatas pernah terjadi dan viral di media sosial. Banyak perdebatan pro dan kontra terkait hal tersebut. Tentu tidak ada masalah, sepanjang perdebatannya didasarkan pada mindset yang benar. Yang dikhawatirkan jika didasarkan pada hal yang salah, akhirnya yang terjadi hanyalah provokasi yang berujung pada tindakan diskriminatif dan intoleran.
Kalau hal yang terjadi, maka nilai-nilai toleransi yang sudah ada, terancam akan hancur. Seperti kita tahu, Indonesia mempunyai nilai kearifan lokal yang sangat kaya. Kerukunan antar umat beragama merupakan hal yang sangat penting, untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakat yang plural seperti Indonesia. Mari hentikan semua bentuk postingan yang bernuansa kebencian. Media sosial harus dijadikan media perekat, bukan media untuk memecah belah. Sebagai negara kepulauan, keberagaman yang ada di Indonesia harus terus dijaga. Semangat bhinneka tunggal ika, harus menjadi komitmen bersama setiap warga negara Indonesia. Salam persatuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H