Hal mendasar paling pertama yang harus kita sadari dan hayati dalam mengelola perbedaan adalah bahwa perbedaan merupakan sunnatullh. Jadi, ketika dalam hal dan kondisi apapun kita jumpai perbedaan, hal tersebut dapat menjadi landasan berpikir kita bagaimana harus bereaksi meresponnya, baik dalam tindakan maupun perkataan.Â
Allah SWT berfirman; "Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu." (QS. al-M`idah: 48).
Sang Maha Pencipta dengan segala kehendak-Nya memang menetapkan bahwa perbedaan akan selalu ada sampai kapanpun karena itu merupakan sunnatullh, hukum yang sengaja dikehendaki oleh-Nya. Ayat di atas dengan jelas menegaskan bahwa Dia sebenarnya Mahakuasa menjadikan umat ini satu identitas (satu agama, satu pemahaman). Akan tetapi, hal itu tidak diinginkan-Nya, karena Dia ingin menguji umat-Nya dengan perbedaan tersebut, siapakah yang mampu menunjukkan kebajikan-kebajikan (al-khairt). Apa yang bisa kita lakukan bagi kebaikan umat ini dan bagi semua manusia di tengah perbedaan itu?
Oleh karena itu, sudah seharusnya kita tidak lagi memperdebatkannya sehingga membuat jurang perbedaan semakin menganga. Apalagi perbedaan agama yang acapkali melahirkan konflik. Bagi masing-masing pemeluk agama, sudah pasti menganggap bahwa ajaran agamanya adalah yang paling benar. Memang setiap individu dijamin oleh undang-undang untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah seusai keyakinannnya, namun hal tersebut dibatasi oleh individu pemeluk agama lain yang memiliki hak sama dalam menjalankan ibadahnya.Â
Agar tercipta kerukunan antar umat beragama, sudah seharusnya masing-masing individu memegang erat prinsip dasar moderasi beragama agar terjaga keseimbangan antara akal dan wahyu, jasmani dan rohani, hak dan kewajiban. Moderasi beragama adalah salah satu langkah menghargai perbedaan keyakinan di tengah masyarakat, dengan selalu bertindak adil, seimbang dan tidak ekstrem dalam praktik beragama akan membawa keharmonisan dan kerukunan hidup antar umat beragama. Dengan begitu akan tercipta perdamaian dan persatuan di tanah air tercinta.
Kembali kepada Firman Allah SWT diatas, tentu perbedaan tersebut akan selalu ada dalam agama dan dalam masyarakat. Mustahil mengandaikan suatu pemahaman yang seragam tentang agama. Selalu aja saja perbedaan.
Patut kita sadari, obsesi untuk menyeragamkan pemahaman menjadi satu adalah mustahil dan melawan kehendak-Nya. Rasulullah SAW dalam dakwahnya juga diperingatkan Allah SWT; "sesungguhnya kamu tidak bisa memberi petunjuk kepada orang yang engkau cintai (pamannya sendiri). Melainkan Allah-lah yang memberi petunjuk orang yang Dia kehendaki" (innaka l tahd man ahbabta wa lkinnallha yahd man yasy` [QS. al-Qashash: 56]).
Jika kalian pemeluk agama Islam (mayoritas), yakin dan mengamalkan kedua ayat diatas, saya rasa cukup menjadi pengingat atau berfungsi sebagai rem dalam melakukan dakwah agar tidak kebablasan dan malah menebar kebencian. Buanglah jauh-jauh ego dengan dalih atas nama agama karena nyatanya agama sudah memberi petunjuk dan tuntunan bagaimana harus bersikap baik kepada mereka yang berbeda keyakinan maupun berbeda pemahaman Islamnya. Â Â
Perdamaian dan persatuan mungkin dapat dapat kita capai dengan satu kata 'Santuy'! Dalam situasi yang mungkin menimbulkan konflik, sikap tenang dan tidak mudah terprovokasi merupakan sikap yang sangat diperlukan dalam moderasi beragama. Hal ini dapat membantu menghindari terjadinya konflik dan menjaga hubungan yang harmonis