Pembicaraan dan pembahasan mengenai Aksi Cepat Tanggap (ACT) hingga saat ini masih terus bergulir. Usai penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh pengurusnya dibongkar melalui investigasi majalah Tempo, lembagai ini kembali disorot karena adanya temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan adanya aliran mencurigakan ke jaringan terorisme internasional. Temuan ini pun langsung direspon oleh Densus 88 dan terus menuai polemik di tengah masyarakat.
Pimpinan ACT, Ibnu Khajar, pernah mengatakan kedatangannya ke Suriah murni membantu kemanusiaan yang ada di Suriah, akibat korban perang. Dia menyatakan tidak peduli apakah mereka syiah, ISIS ataupun pihak lain. Hal ini kemudian menuai polemik di publik.Â
Dalam konteks kemanusiaan, tentu hal ini tidak salah. Justru dianjurkan. Namun publik mempertanyakan kenapa bantuan tersebut justru dikirimkan ke Suriah? Sementara untuk di Indonesia sendiri semestinya juga masih banyak yang harus mendapatkan perhatian.Â
Ya, persoalan kemanusiaan di Indonesia masih sering terjadi hingga saat ini. Untuk persoalan covid-19 saja, banyak sekali pihak-pihak yang harus mendapatkan pertolongan.
Sekali lagi, tidak perlu mempersoalkan perihal bantuan kemanusiaan yang dilakuka oleh ACT. Tapi jika bantuan tersebut ditujukan oleh siapa saja, tidak pedulu apakah itu teroris, syiah atau siapapun, ini yang patut dipertanyakan. Sebagai lembaga amal, ACT semestinya juga bisa mempunyai filter. Kepada siapa bantuan tersebut akan diarahkan. Melalui siapa bantuan tersebut akan disalurkan. Sehingga pertanggungjawab kepada masyarakat yang memberikan bantuan bisa jelas.
Fakta ini akhirnya membuka mat akita semua, bahwa jaringan terorisme terus berupaya untuk memanfaatkan apapun agar tetap bisa bertahan. Tidak hanya memanfaatkan kecanggihan teknologi, tapi juga berlindung dibalik sentimen keagamaan dan kemanusiaan. Dengan alasan menegakkan agama atau membantu kemanusiaan, mereka terus menyalurkan bantuan. Namun bantuan yang mereka usung biasanya adalah kelompok tertentu saja, yang sekiranya dianggap sejalan. Misalnya hanya membantu kelompok muslim.
Praktek semacam ini apakah salah? Tentu tidak. Namun semestinya kalau niatnya sudah berbagi, sudah membantu antar sesama, semestinya juga bisa dilakukan kepada siapa saja. Karena kita Indonesia, kanan kiri kita juga banyak mengandung perbedaan. Sekitar kita banyak mengandung perbedaan. Tak perlu dipersoalkan perbedaan itu, karena perbedaan sejatinya merupakan anugerah yang diberikan Allah SWT kepada kita semua.
Mari kita introspeksi. Mari kita terus ingatkan. Jangan salah gunakan kemanusiaan untuk kepentingan yang tidak bertanggung jawab. Jangan salahgunakan sikap dermawan masyarakat Indonesia, untuk tujuan yang tidak baik. Mari kita saling mengingatkan. Bahwa kita adalah saudara. Bahwa nilai-nilai kearifan lokal yang sudah diberikan Allah SWT melalui generasi pendahulu, harus tetap dipertahankan dan diimplementasikan dalam keseharian. Bibit radikali yang dibalut dengan sentimen kegamaan atau kemanusiaan harus dihindari. Pemerintah juga harus memberikan penindakan secara tegas, agar tidak terus berkembang di masarakat. Salam.