Mohon tunggu...
Herry Gunawan
Herry Gunawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang pemuda yang peduli

Saya seorang yang gemar fotografi dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pandemi, Provokasi, dan Potensi Kehancuran Negeri

31 Juli 2021   18:03 Diperbarui: 31 Juli 2021   18:07 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Satu - kompas.com

Semua negara saat ini masih menghadapi pandemi covid-19. Tak terkecuali Indonesia, yang sudah hampir 2 tahun, pandemi telah merusak tatanan kehidupan sosial masyarakat. Jika dalam kondisi normal, interaksi fisik antar sesama menjadi hal yang lumrah bahkan dianjurkan, di masa pandemi ini justru sebaliknya. Intensitas pertemuan fisik harus dikurangi, karena berpotensi bisa menularkan virus corona.

Dalam kondisi normal, aktifitas jual beli bisa dilakukan secara fisik. Kerumunan di pasar, di pusat perbelanjaan menjadi hal yang lumrah. Bahkan dalam konteks ekonomi, hal ini sangat diharapkan karena terjadi perputaran ekonomi. Dalam kondisi pandemi, hal ini tidak mungkin terjadi lagi. Karena kerumunan bisa berpotensi mempercepat penyebaran virus. Dan memang begitulah faktanya. Berbagai penelitian di berbagai negara, menyatakan penyebaran virus akan lebih cepat jika interaksi manusia tidak dibatasi.

Dalam perjalannya, penanganan covid di Indonesia tidaklah mulus. Meski anjurannya terkesan sederhana, seperti mamakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan di air yang mengalir. Menjaga imun dengan rajin berolahraga, mengkonsumsi vitamin dan pola hidup sehat. Sederhana. Namun implementasinya tidak semudah yang dibayangkan. Banyak masyarakat yang tidak disiplin, bahkan malas memakai masker. Tidak mau menjaga jarak, bahkan seringkali melakukan aktifitas yang banyak orang. Dan enggan membersihkan tangan atau tubuh, karena dianggap sudah bersih.

Semuanya tak bisa dilepaskan dengan maraknya provokasi di masa pandemi ini. Jika kita lihat kebelakang, provokasi di Indonesia memang sudah terjadi sejak lama. Jauh sebelum pandemic, provokasi sudah terjadi. Bahkan ketika era kemerdekaan, sudah ada politik adu domba yang akhirnya membuat kita hidup dalam masa penjajahan ratusan tahun. Politik adu domba ini dalam istilah sekarang sama halnya dengan provokasi. Bisa kita lihat, dampaknya sangat mengerikan.

Bagaimana dengan sekarang yang eranya sudah semakin canggih dan perkembangan teknologi informasi begitu pesat? Di era yang modern seperti ini, tidak boleh langsung percaya saja dengan informasi yang berkembang. Di era yang serba canggih ini, harus diimbangi pula dengan penguatan literasi digital dalam diri kita semua. Apa itu literasi digital? Sebuah upaya untuk memastikan informasi tersebut valid atau tidak, dengan cara melakukan cek ricek di sumber-sumber yang terpercaya. Cek di media mainstream, sumber utama, atau pendapat ahli. Jika kita melakukan hal tersebut, akan meminalisir menjadi korban hoaks dan provokasi.

Jika kita renungkan, covid-19 ini mempunyai dampak yang sangat mengerikan, bahkan mengancam keselamatan manusia. Sementara praktik provokasi, juga bisa mengancam persatuan dan kesatuan sebuah bangsa. Keduanya pernah terjadi di Indonesia. Provokasi bisa menimbulkan gejolak sosial, yang memicu terjadinya konflik. Disisi lain, kita dihadapkan pada pandemi dan provokasi. Pada akhirnya, keduanya merupakan persoalan yang bisa membuat negara berantakan.

Karena itulah, menjadi tugas kita untuk menyelamatkan negara dari dampak yang ditimbulkan akibat pandemi dan provokasi. Mari kita penuhi ruang publik dengan informasi yang menyehatkan sekaligus menginspirasi, agar kehancuran negeri ini bisa dihindari. 

Dulu kita sudah bisa lepas dari politik adu domba ketika merebut kemerdekaan, kita jaga harus bisa terbebas dari provokasi ketika mempertahankan kemerdekaan. Jika kita masih tetap tidak taat protokol kesehatan dan tetap menebar kehancuran, maka negeri ini akan mengarah pada kehancuran. Dan ironisnya, kehancuran itu disebabkan oleh diri kita sendiri. Salam introspeksi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun