Di era milenial ini, perkembangan teknologi memang begitu pesat. Hampir mayoritas masyrakat Indonesia saat ini sudah familiar dengan yang namanya smartphone. Dan bagi pengguna smartphone, tentu juga tidak asing dengan yang namanya media sosial.Â
Ya, media ini memang menjadi idola masyarakat milenial dalam beberapa tahun ini. Bahkan dalam sebuah survey disebutkan seseorang rata-rata menghabiskan waktu di dunia maya selama 2 jam per hari.Â
Aktifitas yang dilakukan mulai dari menuliskan status, memberikan komentar, mengunggah tulisan, gambar, video, jual beli online, mencari informasi dan masih banyak lagi. Media sosial memamg telah memberikan kemudahan tersendiri di era sekarang ini.
Wajar jika smartphone dan medsos seakan menjadi candu tersendiri bagi generasi milenial. Silaturahmi berkurang berganti dengan video call. Membaca media mainstream berkurang, bergangu dengan media sosial. Dan kondisi inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab, untuk melakukan hal-hal negative.Â
Kelompok radikal menjadikan kebiasaan ini untuk menyebarkan propaganda radikalisme. Di tahun politik kemarin, media sosial dimanfaatkan untuk menyebar ujaran kebencian dan hoaks untuk menjatuhkan atau menaikkan elektabilitas. Masyarakat yang literasinya rendah, menjadi pihak yang mudah terombang ambing.
Ketika alam bawah sadar telah berhasil dipengaruhi oleh ujaran kebencian dan hoaks, maka logikanya tidak lagi berfungsi. Pada titik inilah sharing tanpa melakukan saring akan terjadi.Â
Nah kalau yang di share informasi yang positif atau yang memberikan informative mungkin tidak jadi soal. Bagaimana jika informasi yang disebar justru yang sebaliknya.Â
Dampak yang diberikan pun akan mengerikan. Potensi konflik diantara masyarakat akan semakin terbuka. Sudah banyak contoh terkait hal ini yang bisa kita jadikan pembelajaran.Â
Aksi unjuk rasa yang berujung rusuh di depan gedung Bawaslu kemarin misalnya. Aksi pembakaran tempat ibadah di Tanjung Balai, Sumatera Utara beberapa tahun lalu misalnya.Â
Aksi pengeboman di beberapa tempat di Indonesia misalnya. Hampir semua aktifitas diatas terjadi karena dipengaruhi provokasi dan informasi yang salah di media sosial.
Jika kita bisa cerdas bermedia, tentu hal diatas tidak akan terjadi. Lalu bagaimana caranya agar cerdas bermedia? Cukup memastikan bahwa informasi yang kita akses tersebut valid.Â