Mohon tunggu...
Herry Gunawan
Herry Gunawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang pemuda yang peduli

Saya seorang yang gemar fotografi dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terus Tanamkan Bibit Perdamaian di Era Milenial

8 September 2018   11:06 Diperbarui: 8 September 2018   11:27 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Damai - kompasiana.com

Hidup dalam kondisi penuh kedamaian, tentu menjadi keinginan semua pihak. Karena itulah, menjadi tugas kita bersama, untuk menanamkan pesan damai kepada anak-anak kita, agar kelak menjadi generasi yang toleran, yang mengedepankan perdamaian sejak dari dalam pikirannya. Jika pikirannya sudah tertanam bibit perdamaian, perilaku dan ucapannya pun akan penuh dengan keteduhan. Mereka akan merangkul keberagaman, yang memang menjadi karakter bangsa ini. Semuanya itu tergantung pendidikan karakter sejak dini.

Seiring berjalannya waktu, di era generasi milenial ini, perkembangan informasi berjalan begitu sangat cepat. Kemajuan teknologi telah memudahkan seseorang untuk mengakses informasi. Hanya dengan smartphone, informasi dari belahan negara manapun bisa langsung kita dapatkan. Jika anak-anak kita mempunyai filter yang kuat, mempunyai budaya cek ricek untuk mendapatkan informasi yang valid, tentu kita tidak perlu mengkhawatirkan. 

Namun bagaimana jika anak-anak milenial ini menyerap informasi apa adanya, tanpa dilihat konteksnya, dan tidak pernah memastikan kebenaran informasi tersebut. Jika hal ini yang terjadi, generasi milenial akan menjadi generasi galau yang mudah diprovokasi oleh informasi yang menyesatkan. Faktanya, hal ini yang menimpa sebagian generasi milenial.

Merebaknya ujaran kebencian di dunia maya, membuat semua pihak khawatir. Apalagi penyebaran tersebut dilakukan secara sengaja oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kenapa kita perlu mengkhawatirkan hal ini? Karena kebencian merupakan bibit dari intoleransi. Sementara intoleransi merupakan bibit dari radikalisme. Jika hal ini dibiarkan, akan selangkah lebih dekat dengan terorisme. Hampir rata-rata pelaku terorisme di Indonesia saat ini, didominasi oleh anak-anak muda. Dan umumnya mereka terpapar oleh radikalisme melalui dunia maya.

Pada titik inilah, orang tua mempunyai peran yang sangat vital dalam melindungi anak-anaknya. Orang tua dituntut tidak hanya harus memberikan perhatian yang lebih, tapi juga harus memberikan dasar-dasar yang benar dan kuat. Dasar-dasar agama yang benar, dan dasar-dasar budaya lokal harus ditanamkan sejak anak masih diusia belia. Sehingga ketika memasuki masa remaja, mereka akan tumbuh menjadi generasi yang toleran dan menghargai keberagaman. Orang tidak boleh membiarkan anak-anak berdekatan dengan bibit kebencian, intoleransi, dan radikalisme.

Sekali lagi, semua pihak harus bersatu dan menegaskan komitmennya untuk melindungi generasi milenial dari pengaruh radikalisme. Jangan sampai karnaval budaya di Probolinggo Jawa Timur, yang membiarkan anak-anak TK berpakaian ala tentara ISIS kembali terjadi. Anak mempunyai memori yang kuat. 

Jika sedari kecil kita mengajarkan hal yang salah, maka yang diingat pun hanyalah hal yang salah. Lalu, apa yang salah dengan pakaian serba hitam itu? Yang jadi persoalan adalah kenapa anak sudah dikenalkan dengan pakaian kelompok teroris? Apalagi anak-anak itu juga dilengkapi cadar hitam dan senjata mainan. Alangkah lebih baik jika sedari kecil dikenalkan pakaian adat daerah di Indonesia.

Dengan mengenalkan budaya lokal, diharapkan anak juga akan menyelami nilai-nilai kearifan lokal yang mengedepankan kedamaian. Sebaliknya, dengan berpakaian ala ISIS, dikhawatirkan mereka juga akan menyerap budaya kekerasan dalam kehidupan sehari-harinya. Mari terus menyebarkan pesan damai kepada siapa saja, kapan saja dan dimana saja, tak terkecuali di era milenial yang sangat modern ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun