Mohon tunggu...
Herdoni Syafriansyah
Herdoni Syafriansyah Mohon Tunggu... Seniman - Tidak Penting.

Herdoni Syafriansyah. Aku adalah cinta, tak hidup tak mati. Tersinggah di tempat paling magis di muka bumi paling manis sejak 7 Oktober 1991 hingga dalam kesadaran sejati.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Masjid Raya Abdul Kadim, Masjid Terindah di Musi Banyuasin

8 November 2020   07:58 Diperbarui: 8 November 2020   08:01 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kepala Desa Epil, Armedi, memanggilnya dengan sebutan Anak Perantau Pengingat Kampung Halaman. Dialah Prof. H Abdul Kadim, putra asli Desa Epil, Kecamatan Lais, inisiator pendiri masjid terindah dan termegah di Musi Banyuasin.Armedi menuturkan, H. Abdul Kadim dulunya adalah orang yang sederhana, namun berkat kerja keras dan kecerdasannya dia bisa menjadi orang sukses diperantauan.

Masjid Raya Abdul Kadim mulanya dibangun pada awal tahun 2018 dengan motivasi untuk mengajak ke jalan ibadah dan membanggakan Desa Epil, Kecamatan Lais, Muba. Sebelum membangun masjid ini terlebih dahulu telah diadakan musyawarah keluarga, para tokoh masyarakat, dan juga meminta petunjuk dengan para tokoh-tokoh agama.

Masjid ini berdiri di atas tanah seluas 1,1 Hektare dan di sisi samping ada jembatan yang melintasi kolam serta sedang dibangun juga tempat cinderamata oleh-oleh khas Musi Banyuasin.

Dilihat dari bentuknya, masjid ini memakai konsep arsitektur bangunan masjid turki (Hagia Sofia), sementara pintu masjid memakai konsep Masjid Nabawi.

Hermanto atau biasa dipanggil Tok, adik kandung H. Abdul Kadim menceritakan bahwa proses pembangunan masjid ini sudah hampir selesai. Insya Allah perkiraan bulan Maret tahun 2021 masjid ini akan diresmikan dan sudah bisa dipakai untuk ibadah.

Perihal bahan-bahan untuk masjid banyak yang didatangkan dari Yogyakarta dan ukiran-ukiran masjid didatangkan khusus dari Jepara. Sementara itu tempat bedug memakai konsep atap rumah limas Palembang, sedangkan bedugnya sendiri di datangkan dari Cirebon.

Salah satu keunikan pada masjid ini terdapat pada kursi besar berkaki tiga, yang dibuat seperti Broken Chair yang ada di Place des Nations, Jenewa. Adapun filosopi kursi ini melambangkan tentang siklus kehidupan dalam mengejar kekuasaan dan kakinya patah satu mempunyai penafsiran sesuai dengan ekspektasi kita, yang bisa juga diterjemahkan kekuasaan tanpa diimbangi dengan ketakwaan akan kehilangan satu kaki yang membuat kita jatuh.

Terakhir, Hermanto (Tok) mengatakan, "Kita berharap, masjid ini dapat meningkatkan semangat masyarakat untuk beribadah, memberikan kebanggaan pada warga Desa Epil khususnya dan umat muslim umumnya, serta tidak menutup kemungkinan ke depan masjid ini juga dapat menjadi salah satu alternatif destinasi wisata religi yang memberikan manfaat perekonomian bagi masyarakat sekitar. Wallahualam Bissawab."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun