Gagasan “Green Jobs” telah menjadi lambang ekonomi yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan sosial, yang bertujuan untuk melestarikan lingkungan hidup baik untuk generasi sekarang maupun yang akan datang dan untuk menjadi lebih adil dan inklusif bagi semua orang dan semua negara.
Green Jobs menjanjikan mampu mencegah perubahan iklim dan kerusakan alam serta menciptakan pekerjaan yang layak untuk kesejahteraan dan martabat bagi semua orang (UNEP, 2008). Green Jobs dapat ditemukan di banyak sektor ekonomi mulai dari rantai pasok energi hingga siklus daur ulang dan dari pertanian dan konstruksi hingga transportasi. Green Jobs membantu mengurangi konsumsi energi, raw material, dan konsumsi air.
Green Jobs dapat menjadi strategi efisiensi tinggi untuk mendekarbonisasi ekonomi dan mengurangi emisi gas rumah kaca, untuk meminimalkan produksi limbah dan polusi, serta untuk melindungi dan memulihkan ekosistem dan keanekaragaman hayati.
Bicara perubahan iklim, sektor kehutanan dan energi memiliki potensi yang cukup tinggi untuk mengaddress isu tersebut. Sektor kehutanan merupakan pusat transisi menuju low carbon dan circular root dari energi terbaharukan adalah sumberdaya alam atau yang lebih kita kenali dengan konsep bioekonomi.
Dengan kemampuannya, hutan mampu menangkap dan menyimpan karbon, menghasilkan sumber pangan bahan berbasis serat, hingga menggantikan sumber daya yang tak terbarukan berbasis fosil dalam produk yang biasa kita gunakan sehari-hari. Dalam mendukung pencapaian SDGs, konsep bioekonomi ini sendiri setidaknya mampu menyasar enam aspek yakni people, communities, circularity, procurement baik dalam bentuk barang maupun jasa, water,and climate.
Dalam menciptakan pekerjaan yang layak di sektor kehutanan, green jobs sendiri setidaknya akan banyak hadir dalam proyek terkait rehabilitasi dan reklamasi hutan, industri kayu, remote sensing dan pemetaan, skema sertifikasi hutan, farmasi dan kecantikan, sustainable fesyen, air minum, carbon trading, sustainable tourism, agroforestry dan pangan.
Guna menciptakan green jobs, link and match antara skill needed dan green jobs itu sendiri juga harus dipetakan bersama sama antara sekolah vokasi dan universitas yang menghasilkan bibit unggul SDM, pelaku usaha maupun pemerintah. Tantangan dalam mencetak ekonomi hijau dan green jobs memiliki implikasi dari proses mengidentifikasi kebutuhan skill dan pelatihan. Hal ini akan sangat bervariasi implementasinya antar negara, tergantung pada struktur ekonomi masing masing negara, kelembagaan serta komposisi pasar tenaga kerja.
Belajar dari COVID-19. Pada tahun 2020 perekonomian Indonesia untuk pertama kalinya mengalami resesi sejak krisis moneter 1998. BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,07% persen dibandingkan tahun 2019.
Pandemi COVID-19 jelas memberi hantaman keras bagi sektor pariwisata. The United Nations World Tourism Organization (UNWTO), badan PBB untuk sektor pariwisata, melaporkan bahwa di tahun 2020 jumlah perjalanan wisata turun sebesar sekitar 1 miliar perjalanan atau 84%. PDB dunia juga kehilangan sekitar USD 2 triliun, yang merupakan akibat dari adanya penutupan perbatasan baik domestic maupun internasional, pembatasan visa, dan kebijakan karantina.
Pariwisata di negara-negara di asia Tenggara merupakan wilayah yang terdampak paling parah. BPS (2020) menyebutkan bahwa sebanyak 409 ribu tenaga kerja di sektor pariwisata kehilangan pekerjaan, yang tentu saja menyebabkan adanya multiplier effect bagi sektor perekonomian lainnya.
Melalui statistik KSDAE Kementerian LHK tahun 2021, pada bidang pemanfaatan jasa lingkungan untuk kepentingan wisata alam, dalam tahun 2021 tercatat lebih dari 2,9 juta orang yang berkunjung ke kawasan konservasi. Pengunjung kawasan konservasi tersebut terdiri atas pengunjung domestik sebanyak 2.937.960 orang serta pengunjung manca negara sebanyak 10.011 orang. Kunjungan tersebut menghasilkan penerimaan negara sebesar Rp. 44,394,783,498,00. Jumlah penerimaan tersebut pada 2 (dua) tahun terakhir ini mengalami penurunan dikarenakan ditutupnya kawasan konservasi selama pandemi Covid-19.