Pernah membayangkan belum sih kalau dunia ini tanpa lagu? Pasti semua terasa sepi. Nggak ada alunan nada yang bersatu padu dengan suara penyanyi yang merdu. Mulai dari anak kecil sampai orang tua, pasti semua menyukai lagu. Hampir semua manusia di bumi ini pasti suka menyanyi. Bahkan sedang mandi pun, banyak orang yang ‘nyambi’ nyanyi.
Tapi coba perhatikan. Khususnya anak-anak. Lagu apa yang sering mereka nyanyikan? Entah sadar atau enggak, mereka menyanyikan lagu orang dewasa. Lebih tepatnya lagu cinta. Tanpa tahu betul maknanya. Tanpa tahu bahwa sebenarnya kurang pantas buat anak seumur mereka menyanyi lagu semacam itu. Mungkin sebagian orang menganggap itu biasa saja. Padahal dampak dari hal yang dianggap biasa, bisa jadi nggak biasa.
Miris. Sewaktu saya kecil, masih ada, bahkan banyak penyanyi cilik dan lagu anak yang eksis. Nah, sekarang? Seakan semua sudah menghilang dari peradaban. Kalau memang penyanyi-penyanyi cilik itu sudah tumbuh dewasa, seharusnya ada generasi yang berebut buat menggantikan. Penyanyi boleh saja ditelan waktu, tapi lagunya nggak boleh ikut tertelan juga. Apalagi lagu anak. Ada sih para penyanyi cilik yang muncul, tapi karena usia mereka masuk usia tanggung, yang dinyanyikan tetap bukan lagu yang pas. Kemunculannya malah menyerupai boyband atau girlband yang beberapa tahun belakangan ini eksis di dunia musik.
Banyak sih kontes menyanyi di televisi yang ditujukan buat anak-anak. Tapi coba deh dilihat lagi. Masih adakah yang menyanyikan lagu anak? Kebanyakan dari mereka lebih suka lagu orang dewasa. Dari yang menggambarkan kebahagiaan karena sedang jatuh cinta, sampai yang terlalu menye atau biasa disebut lagu galau. Duh, gemes jadinya. Bukan karena melihat bocah yang masih lucu dan imut gitu, tapi lebih ke kurang pantasnya mereka membawakan lagu yang nggak sesuai umurnya. Dan saya pun belum paham apa maksud dari orang-orang itu membuat kontes menyanyi buat anak-anak. Toh kalau ujung-ujungnya tetap lagu orang dewasa yang dibawakan, terlebih dihapalkan untuk memperlihatkan kemampuan si anak didepan umum. Padahal kemampuan seperti itu (maaf), apakah pantas buat dibanggakan?
Sebenarnya apa penyebab dari semua itu? Jawabannya mungkin ada banyak. Tapi kalau kita ambil yang paling atas, penyebabnya adalah kurangnya pengawasan dari orang tua. Seharusnya orang tua bisa memberikan perhatian ekstra kepada anak. Apa yang anak lihat, dengar, dan dengan siapa anak bermain. Apalagi pengaruh besar adalah televisi. Orang tua harus bisa membimbing anak agar nggak menelan mentah-mentah apa yang mereka lihat.
Penting dan semua harus tahu. Kondisi psikis anak-anak masih sangat labil. Jadi, kita sebagai orang dewasa yang ada disekitar mereka, harus bisa membantu mengembangkan pola pikir dan mengawasi tumbuh kembangnya. Sampai mana mereka harus mengerti tentang hal-hal baru. Supaya mereka bisa tumbuh sesuai umur. Jangan sampai kita membiarkan mereka dewasa sebelum waktunya. Caranya? Gampang saja. Ceritakan tentang lagu-lagu anak pas zaman kita kecil dulu, ajari mereka menyanyi dan menghapalkan. Selain mudah dihapal, lagu anak cenderung memiliki lirik yang mudah dicerna. Dan disaat mereka mencoba memaknainya, kita nggak perlu khawatir mereka akan memikirkan tentang apa itu cinta dan patah hati. Karena lagu anak lebih bercerita tentang hal-hal ringan yang ditemui oleh anak-anak setiap harinya, seperti sekolah, bermain, makan, tidur dan lain sebagainya.
Nah, mulai dari sekarang mari kita bantu anak-anak disekitar untuk tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. Dari hal kecil seperti mengajarkan menyanyi lagu anak. Karena walaupun lagu anak tak lagi eksis, kita masih bisa berusaha membuatnya perlahan eksis kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H