Era peradaban ICT (Information, Communication, and Technology) di Indonesia semakin menyebarluas sampai dipergunakan dalam partisipasi publik terhadap persoalan politik. Hal ini terbukti pasca pengesahaan RUU Pilkada oleh DPR yang menitikberatkan Sistem Pemilihan Kepala Daerah merupakan Hak Anggota DPRD, artinya untuk menjadi Bupati/Walikota/Gubernur bakal calon dan/atau calon harus mendapat restu dari anggota DPRD I/II BUKAN restu dari rakyat sebagaimana yang sudah dijalankan era reformasi sekarang ini. Pada era peradaban ICT, mayoritas rakyat sudah dapat menyampaikan aspirasinya (positif dan/atau negatif) melalui teknologi yang sudah berkembang misalnya jejaring sosial. Terbukti pasca pengesahan RUU menjadi UU, mayoritas rakyat telah menyurati SBY melalui jejaring sosial dengan alamat (hashtag) #ShameOnYouSBY sampai sampai ini menjadi trending topic dalam jejaring sosial twitter.
Dengan fenomena demikian, muncul pertanyaan. Kenapa mayoritas rakyat menyurati SBY?. Apakah SBY yang harus bertanggungjawab penuh atas pengesahan RUU tersebut?. Tentu saja jawaban atas pertanyaan tersebut bisa iya atau tidak, tergantung dari sudut pandang penilaian. Jika mengamati proses dinamika rapat paripurna DPR dengan membandingkannya dengan video youtube Pak SBY yang juga menjadi video popular pada saat itu. Dalam videonya Pak SBY seakan-akan berpesan kepada publik bahwa pilkada tidak langsung bersifat irasional atau kemunduran demokrasi.
Sulit memang memilah-milah Pak SBY sebagai Presiden dengan Pak SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat tetapi dalam konteks Perancangan RUU Pilkada sangat jelas tanpa perlu pemilihan Pak SBY sebagai Presiden dan Pak SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat karena kedua peran tersebut sudah berpartisipasi kuat dalam merusak tatanan kedaulatan rakyat sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945; Kedaulatan berada ditangan rakyat. Pak SBY sebagai Presiden RI, (1) draft pembahasan RUU Pilkada yang diajukan oleh Pemerintah dalam hal ini Mendagri kepada DPR merupakan draft yang berisikan tentang perubahan sistem pemilihan kepala daerah (dari langsung menjadi tidak langsung). Mustahil ketika Mendagri mengajukan draft RUU Pilkada kepada DPR tanpa sepengetahuan Pak SBY, tentunya Pak SBY mengetahui draft yang diajukan oleh Mendagri kepada DPR berisikan tentang apa draft tersebut. Jika Pak SBY mengetahui tentang isi draft, seharusnya dan selayaknya Pak SBY dapat mencegah Mendagri agar tidak menyampaikan draft RUU Pilkada kepada DPR. Jika Pak SBY mencegah hal itu maka kepribadian Pak SBY selaras seperti yang ditayangkan dalam video youtube SBY terkait RUU Pilkada sebelum pengesahan DPR. (2) Pak SBY memilih memberi kuliah umum di George Washington University. Disaat Republik Indonesia dihadapkan pada tingkat pengambilan keputusan terkait RUU Pilkada sangat disayangkan Pak SBY tidak bertolak kembali ke Indonesia untuk memantau perkembangan yang terjadi. Hal ini dirasa perlu karena terkait dengan kelanjutan demokrasi Indonesia. Pak SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, pada saat sidang paripurna DPR tentu kita tahu bahwa kekuatan politik merupakan kekuatan yang sangat mempengaruhi hasil yang ingin dicapai. Kekuatan politik pada saat sidang paripurna sudah pasti mengenai kalkulasi teman atau lawan. Dalam konteks pengesahan RUU Pilkada memang dinamika yang terjadi menjadikan Partai Demokrat sebagai penentu pada hari itu dikarena jumlah kursi Partai Demokrat sangat besar jumlahnya yang dimungkinkan dapat menyelamatkan sistem demokrasi Indonesia (Pilkada Langsung). Pak SBY sebagai Ketua Umum yang mempunyai ketua fraksi dan anggota fraksi partai demokrat yang duduk sebagai anggota DPR dan sudah memberikan instruksi untuk dapat mempertahankan Pilkada Langsung pada saat sidang paripurna DPR. Akan tetapi, kondisinya sangat berbeda dari instruksinya. Ketua fraksi dan sebagian banyak anggota fraksi Partai Demokrat banyak memilih sikap walkout sehingga berdampak pada jumlah suara anggota DPR yang memperjuangkan Pilkada Langsung kalah dibandingkan dengan yang melemahkan partisipasi rakyat dalam Pilkada (Pilkada tidak langsung) dan selanjutnya pengesahaan RUU Pilkada yang berisikan tentang Pemilihan Kepala Daerah merupakan hajatan terbesar DPRD rdisahkan oleh DPR-RI.
Pasca pengesahaan banyak rakyat mengeluarkan cemohan - cemohan yang ditujukan kepada Pak SBY, rakyat melakukan hal tersebut bukan karena tindakan semena-mena tetapi mempunyai alasan yang sangat rasional yaitu inkonsitensi jati diri Pak SBY.
Herbeth Marpaung
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI