Sebulan terakhir ini kita, masyarakat Jakarta, dihujani kampanye dan poster/spanduk dari masing-masing kandidat. Banyak hal yang disampaikan di poster/spanduk. Ada yang menonjolkan program yang akan di bawa jika nanti terpilih, ada yang mengkritik program atau kerja pesaing, ada juga yang hanya meminta mencoblos nomor urut kandidat tanpa ada informasi lain.
Satu hal yang menarik untuk dilihat adalah kampanye dari incumbent yang lebih menekankan pada penyelesaian pilkada dalam 1 putaran.
Apalagi kampanye tersebut didukung oleh survey dari salah satu lembaga survey terkenal, yang ternyata kemudian mengaku didanai oleh pihak incumbent dalam melakukan survey tersebut.
Terkesan pihak incumbent sangat percaya diri akan dapat melakukan 1 putaran, di sisi lain juga terkesan sombong.
Memang percaya diri dan sombong hanya beda tipis dilihat dari sudut pandang pihak lain.
Untuk itu penulis justru ingin mengupas tentang kemungkinan pilkada jika terjadi 2 putaran.
Jika dilihat dari peluang berdasarkan polling yang sudah digelar oleh beberapa lembaga, faktor dikenal warga, jaringan pendukung dan dana, kemungkinan besar pihak incumbent akan lolos ke putaran kedua.
Yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang akan menjadi pendamping incumbent ke putaran kedua?
Dan apakah ada yang menjadi preference pihak incumbent untuk menjadi pesaing di putaran kedua?
Jika dianalisa dari materi kampanye, pihak incumbent lebih banyak menyerang ke kandidat nomor 3 dan 6. Sepertinya incumbent tidak menginginkan jika mereka akan menjadi pesaing di putaran kedua. Sementara untuk kandidat nomor 4, incumbent sama sekali tidak pernah (berdasarkan pengetahuan penulis) melakukan kampanye yang menyerang kandidat nomor 4.