Mohon tunggu...
Hera Veronica Suherman
Hera Veronica Suherman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengamen Jalanan

Suka Musik Cadas | Suka Kopi seduh renceng | Suka pakai Sandal Jepit | Suka warna Hitam

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Menakar Pengeluaran Middle Class agar Tak Terjebak Lifestyle Berujung Kebangkrutan Financial

3 Maret 2024   06:42 Diperbarui: 3 Maret 2024   19:11 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menakar Pengeluaran Middle Class, Agar Tak Terjebak Life Style Berujung Kebangkrutan Financial

Golongan ekonomi kelas menengah tentu saja tak menerima sejumlah bantuan yang digulirkan oleh pemerintah, lantaran dikategorikan golongan mampu. Sehingga apa-apa sedianya diupayakan sendiri, demi kelangsungan hidup guna pemenuhan sandang, pangan serta papan.

Sangat kontras dengan mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan, yang mendapatkan bantuan langsung tunai (BLT). Oleh sebab digolongkan sebagai golongan yang tidak mampu, yakni ekonomi cendurung kekurangan dan jauh dari kecukupan.

Lantaran ditenggarai hal tersebut maka pemerintah, memberikan bantuan guna sedikit meringankan beban hidup. Selain bantuan BLT pemerintah juga memberikan bantuan pangan berupa beras, membidik golongan yang tidak mampu dengan kategori ekonomi lemah.

Mereka-mereka yang hidup di tingkat ekonomi menengah bukan mustahil untuk naik level menjadi kaya raya ataupun bahkan sebaliknya turun derajat/kasta, mengapa demikian semua terpulang kembali ke lifestyle dan managemen finansial. Di mana tak serampangan berkenaan dengan pembelanjaan.

Mengingat gaya hidup hedonis yang cenderung menjangkiti, sehingga banyak orang yang memperturutkan syahwat belanja dengan membeli sesuatu yang tak perlu dan tak menjadi kebutuhan skala prioritas melainkan sebagai symbol status sosial.

Alhasil dapat membuat seseorang terlilit hutang piutang, belum lagi tergiur maraknya investasi bodong. Dengan diiming-imingi income yang fantastis jumlahnya. Hanya sekedar menggelontorkan rupiah dan tinggal ongkang-ongkang kaki, lantas berharap keuntungan signifikan di luar nalar/logika yang mana sangat berbeda jauh dengan perhitungan suku bunga perbankan.

Hidup senantiasa melihat ke atas dari segi nikmatnya memiliki privilage, ingin disetarakan dengan golongan kelas atas (High Class), cenderung memaksakan diri padahal belum sampai pada titik puncak (Top) masih menengah (Middle) dan kalaupun memiliki materi namun tak banyak lebih.

Nasib kelas menengah tak seperti mereka yang benar-benar telah mapan dan kuat dalam hal perekonomian, dan memiliki pemasukan pundi-pundi rupiah yang banyak terkait pengembangan sayap-sayap usahanya. Dan tergolong pengusaha sukses lagi papan atas.

Yang untuk membeli sesuatu barang tak perlu menimbang perihal harga, dan tanpa pikir panjang seberapapun mahal barang-barang branded asalkan disukai alih-alih dengan mudahnya dapat berpindah tangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun