Janji-janji Politik Menggelitik
Terpampang Banner berukuran besar, di POM Bensin, di tembok rumah warga, di tepian jalan raya dan tentunya di tempat-tempat yang strategis. Yang diyakini atau dipercaya.
Dapat dengan mudah terlihat dan terbaca. Oleh para pejalan kaki yang lalulalang atau pun para pengendara, yang tengah lintasi bahu jalan.
Semua menawarkan sejuk semilir angin surgawi yang mana kesejukannya melebihi AC 2 pk, serta janji-janji manis yang lebih manis dari sekedar sekotak kue lapis yang dijajakan di pasar Kamis.
Atau dengan mengiming-ngimingi sekantung gula-gula layaknya bocah kecil yang kegirangan ditawari gulali.
Janji-janji politik tersebut serasa menggelitik, seperti bunyi Jangkrik tengah dikilik. Â Butiran-butiran janji berjatuhan persis seperti butiran kelereng.
Janji sekedar janji seperti menuliskannya di atas pasir landai, yang dengan mudahnya dihapus ombak tanpa menyisakan jejak. Lantas rakyat berteriak galak menagih janji yang tertunggak.
Usah menebar butiran gula-gula janji mencampur dengan essen pemanis buatan, dan kemudian membiarkan rakyat kembung mereguk janji-janji yang tak kunjung lanjung.
Maka biarkan hati nurani memilih, yang pabila diberi tampuk kuasa, mata hatinya tidak buta. Telinganya mendengar namun tidak tuli.
Dan ia senantiasa terjaga, tidak memilih tidur melepaskan persoalan yang  membelit Bangsa. Lagi-lagi yang dibutuhkan hanya bukti nyata bukan sekeranjang janji semata.
Sebab janji adalah hutang. Bukan membiarkannya terkatung-katung dalam jagad ketidakpastian. Ataukah sekedar janji yang terlontar dari lidah-lidah yang tak bertulang.