Jarimu Harimaumu
Ketika berselancar di Sosial Media, di Ruang-ruang Maya, di Portal berita, menyimak semua yang ada dan terpampang di Beranda atau pun di Lini Masa.
Ada kalanya ikut terbawa suasana, dari perihal Issue-issue Politik terkini, berita-berita fresh from the oven serta meriahnya dunia hiburan di jagad maya.
Jemari pun gatal ingin mengomentari, meninggalkan jejak di kolom komentar. layaknya seperti rem blong tak terkontrol, bicara sekenanya tanpa miliki filter tak berpikir panjang berdalih spontanitas, menjadikan mulut seringan kapas.
Menebar ujaran kebencian dan ketidaksukaan terkadang nyata-nyata diutarakan to the point, tak peduli melukai rasa hingga berdarah-darah. Kata-kata menombak jiwa. Perang kata dirasuki antipati.
Semua berawal dari ujung jari-jemari, lentik namun sejatinya tajam mencabik seperti badik. Maka berhati-hatilah dengan ujung jemari, diayunkan teramat ringan.
Namun tak seringan efek yang ditimbulkan, berbuntut kerunyaman dan kekisruhan di belakang Di mana ada aksi di sana pasti ada reaksi,
Masuk ke ranah Hukum. Hukum tak bisa ditawar seperti menawar sekantung cabai dijajakan di pasar, sebab hati yang terlanjur tawar.
Maka berhati-hatilah meski hanya dengan ujung jarimu, ia tak memiliki mulut namun kata demi kata yang diketiknya amat sangat nyelekit, lantaran riuh cuit membuat terasa sakit.
Hati-hati dengan jarimu baik-buruk terletak diujungnya, hendaknya berpikir sekian kali sebelum jatuhkan kata tanpa terlebih dahulu di godok di kepala.
Pikir masak-masak agar tak terlanjur menjadi bubur, semangkuk bubur masih jauh lebih enak tuk dimakan. Bijaklah menggunakan Sosial Media.
Jakarta, 16/9/2023
Salam Kompasiana
Hera Veronica Suherman