Menatap Mentari Pulang di Jingga dan Merah Tembaga
Menatap mentari yang pulang
selepas hangati bentala
dipastikan ia tergelincir
di punggung bukit
terperosok ke dasar perut bumi
nun jauh di sana
Hingga esok kembali merayap
merangkak lamat-lamat
bawa selembar jubah hangat
suam-suam kuku yang dirindui
mencumbu rimbun pohon perdu
mengusap pori luruhkan peluh
Jingga bawa pikir melayang
angan terbang memasuki
pelataran istana khayal
rindu tak pernah berbual
dan tak kuasa disangkal
adakalanya otak dangkal
Semburat rembang petang
sekelebat bayang
masih saja menantang
mengajak untuk tak lupa
mengusik tenang masa silam
mengobrak-abrik perasaan
Jingga menuntun pada
anak tangga menuju semesta
menguak tirai kenangan
mengupas kisah lawas
yang tak pernah bisa tewas
acap kali hidup dalam degup
Menatap surya tergelincir
anak-anak angan sontak
berlarian kocar-kacir
membuka-buka lembar
buku ingatan berdebu
diusap lengan kenyataan
Di Jingga dan Merah Tembaga
kenangan tak terulang menghuni
jiwa-jiwa nan rindukan senyap
menatap terkesiap di sela kerjap
terpaku dan gagu merajuk
sunyi bawa lari dan sembunyi
Menemani orang-orang
yang kalah bertikai melawan
tangan-tangan realita
H 3 R 4
Jakarta, 17/03/2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H