Matinya Gagak Hitam Menuju Keabadian
Cintanya bersambut
pada putri jelita
namun sayang disayang
terganjal restu
Restu tak kunjung didapat
penantian serasa berabad
restu lebih mahal dari
sekedar emas permata
Hanya bisa ditebus dengan
sehelai nyawa menghuni daksa
sebab rasa itu lebih luhur meski
raga harus tertanam di perut bumi
Hari demi hari gagak hitam
memahat aksara kelam
sekelam langit jiwa nan muram
berselimut tebal diam
Gagak hitam menggurat
sajak-sajak miliknya
dengan ceceran darah
genangan rasa tumpah meruah
Ia memeluk cintanya
hingga embus hela nafas terakhir
genggam jemari janji terukir
tertuang di atas prasasti berdebu
Gagak hitam terbujur kaku
luruh kepak sayap-sayapnya
pejam mata tak pernah terbuka lagi
membawa pergi mutiara cintanya
Lintasi lorong-lorong keabadian
menuju alam baka tempat
sua dengan burung-burung hijau
dalam bangunan Istana nan megah
Gagak hitam direngkuh keabadiaan
genggam rasa yang tak binasa
tetap hidup dalam barisan sajak-sajak bisu
luruh kelopak bunga rindu di jasad beku
H 3 R 4
Jakarta, 23/01/2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H