Tamu di Depan Pintu
Kuku-kukunya yang tajam
mencakar tubuh pintu kayu
tak ayal menyisa parutan
tak terlalu dalam namun
terlihat jelas gurat
di sela serat
Suaranya seakan memelas
nyaris terdengar
seperti rintih sedih
sepasang tatap mata bundar
manik membulat besar
sesekali mendongak
Berharap daun pintu
terkuak lebar diiringi derit
tunggu punya tunggu
cukup lama ia menunggu
sesosok tubuh seperti biasanya
menyembul dari balik pintu
Seraut wajah lama diakrabi
terpeta di mata serta
terpahat di relung hati
kerap membuka daun pintu
diringi seulas senyaman
serta elusan di atas kepala
Dan tanpa perlu menunggu lama
maka lelaki berusia senja itu pun
kembali ke dalam rumah
sejurus kemudian lengan keriputnya
telah menjinjing sekantung
ikan guna diberikan pada
Tamunya yang berkaki empat
menjamu dengan penuh welas asih
acap kali mengelus dengan jiwa tulus
helai bulu dekil yang kerap
menggelandang mengais makanan sisa
di bak-bak sampah berbau tak sedap
Namun sayang di sayang
daun pintu tak kunjung terkuak
sementara liurnya telah berjatuhan
menetes di lantai tuan yang
miliki sepotong hati emas
serta jantung permata
Yang kerap memberi makan
kucing-kucing liar di jalanan
dan menyedikan teras rumahnya
yang berukuran tak seberapa
guna bisa dipakai tiduran
barang sejenak tanpa perlu dihardik
Ternyata telah berpulang
lantaran dipanggil yang Maha Kuasa
sang kucing terus medongak
seraya melongo ke arah daun pintu
yang sejatinya tak pernah terkuak lagi
sejak kepergian lelaki uzur itu hingga kini
Namun setiap hari sang kucing
masih tetap setia menyambangi
rumah yang tak berpenghuni
meski takada lagi sekantung ikan
didapati dengan cuma-cuma dan
tanpa harus bertikai dengan