Radio Butut dan Kopi Bapak disinari Lampu Patromak
Kala itu . . .
hiburan satu-satunya
hanyalah sekotak radio butut
tempat tembang lawas
kesukaan bapak
diputar dan diperdengarkan
lagu-lagu sentimentil
milik sang biduan
lumayan memberi hiburan
menyapa telinga gaek
seraya kepala bapak
tersungut-sungut
pertanda kenikmatan
Ditemani seruputan
segelas kopi hitam
tersaji di atas meja seduhan
jemari ibu beraroma harum
maka kian memuncak
sebuah kebahagiaan
yang terbilang sederhana
dan tak lupa segelas kopi hitam
kegemaran bapak
berkali-kali diseruput
sembari merem-melek
memasuki dan menuruni
batang lehernya yang keriput
Di antara pendar
nyala lampu patromak
sinarnya redup menjilat
sudut-sudut menekuk
layaknya rangka bapak
yang juga agak mulai menekuk
bapak dan kopi pahit
namun jauh lebih pahit
kehidupan yang bapak reguk
tak terukur genangan pahit
tak terhitung getir yang dikecap
di atas laju roda-roda kehidupan
H 3 R 4
Jakarta, 05/11/2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H