Denting yang Berlagu Adalah Bait-bait Luka
Jemari lentiknya lincah menari di atas tuts-tuts piano, dibimbing sebongkah rasa yang selama ini menggumpal dan tak pecah. Layaknya bejana berdiri kaku di sudut ruang.
Denting yang barlagu adalah bait-bait luka. Irama kecewa, larik-larik putus asa. Melodi duka lara. Seakan Ilustrasi jiwa yang ringkih serta teramat rapuh serapuh kayu nan lapuk.
Terkadang ia merintih sedih lengking suara menyayat hati, di antara gesek pilu dan irisan nelangsa. Dalam perih ia bernyanyi perihal rasa terlanjur berkarat dilumat masa.
Jemarinya liar menari nada-nada pilu mencabik nurani, suaranya terkadang meninggi muntahkan emosi jiwa yang melemparkannya ke lembah sunyi abadi.
Seisi ruang semua bertepuk riuh atas tembang yang membuat tercengang, kidung yang menyentuh perasaan seakan ikut terhanyut alunan dari pemilik suara emas.
Takada yang tahu tembang yang baru saja dinyanyikan adalah gambaran kisah nyata, sayap-sayap pengharapan yang patah dan sebongkah rasa yang telah memfosil.
Ia bernyanyi seperti mengoyak luka lama, pedih di ujung belati. Mencabik hati ribuan kali. Dan ia pun tumbang bersimbah kenangan. Tiba-tiba semua menjadi gulita.
Seperti ingatan terbang dari kepalanya
H 3 R 4
Jakarta, 27/10/2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H