Bulan Berkaca
Tak jemu bulan berkaca
di atas permukaan air
yang tenang hanya
ombak sesekali beriak
menampar bayangan
pada seraut paras elok
Bulan kerap bercermin
mencutkan wajahnya
di atas sapuan gelombang
tampak memanjang
anggun memendar meski
terkadang terlihat samar
Ia tak bersolek sebab
raga sudah teramat molek
pangeran kegelapan pun
menyukai bulan dan seakan
ingin menggamit lengan tatkala
menyambangi pelataran malam
Lantas mempersilahkan bulan
untuk menjadi layaknya
permaisuri malam guna
bersanding di singgasana gulita
terangi selembar layar kelam
yang membawa malam pada diam
Bulan puripurna berkaca
dan tak memoles gincu
sebab gincu miliknya telah
dipatahkan lengan malam pun
tawa renyahnya seakan diculik segara
dihempas ombak membentur karang
Bulan berkaca
dan aku memerah air mata
hingga jadi bulir kristal lantas
kutabur di lautan luas hingga hanyut
permata-permata berharga
yang tak mudah kupecahkan
Kecuali wujud syukur teramat dalam
serta lantaran rindu terpendam
pada bulan berkaca aku terkesima
oleh parasnya yang telah menua
digerus abrasi usia namun sejatinya
tetap memukau jiwa-jiwa kesepian
H 3 Â R 4
Jakarta, 17/10/2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H