Kita Pernah Duduk di Kursi Sepi
Kita pernah duduk di kursi
menatap ke luar jendela
menyaksi debu-debu
kenangan beterbangan
di semesta angan
Dan menatap hujan air mata
luruh dari kelopak langit
menetes dan merembes
ke celah hati lantas saling terdiam
membangun menara kesedihan
Hanya kepala-kepala kita
berisi pikir yang berkelana
tak berada pada tempatnya
sementara dua tubuh kita
duduk di kursi sepi telah tersedia
Kita pernah berusaha
menjaring angin yang leluasa
bergerak teramat bebas
meliuk di antara gerah
menyeka bulir resah
Namun sia-sia belaka
ia tak kuasa ditunggangi
terlebih dijaring dengan
selembar jala kecewa
yang telah koyak
Dan lagi-lagi hanya dapat
tertunduk lesu di malam-malam
yang acap kali gagu dibungkus sendu
pada sepasang netra sayu
serta sebongkah pilu di ruas kalbu
Kita pernah saling beradu pandang
menguliti sepi serta mengiris sunyi
dengan pisau hati yang nyaris
tumpul dan berkarat dijilat ngengat
melipat satu demi satu selimut rindu
H 3 R 4
Jakarta, 28/4/2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H