Bang Oni, Alunan Musik Dangdut dan Tawa Sumringahnya
Di Stasiun Cikarang
telah menanti sesosok tubuh
kurus namun padat berisi
dengan tulang belulang sekeras
batang besi tampak kekar
lantaran terbiasa berjibaku
dengan hari-hari yang keras
banting tulang perah keringat
demi berputarnya roda-roda ekonomi
serta nyalanya sepercik sumbu hidup
agar dapur yang setiap saat
dituntut mengepul meski di tengah
kembang kempisnya
kantung-kantung penghasilan
serta mengalirnya pundi-pundi rupiah
Lelaki berkulit legam itu
selalu bertelanjang dada
tatkala bekerja tak ayal bara surya
leluasa menjilat kulitnya hingga
legam kendati demikian ia selalu
tampak ceria tatkala bekerja
ditemani alunan musik dangdut
yang merakyat membuai telinga
menjadi hiburan tersendiri
ditengah rasa lelah yang bertahta
dan meraja di atas tubuh mungilnya
sembari tawa sumringahnya
merobek panas nan amat terik
memperlihatkan sederet gigi depannya
yang sebagian tanggal beberapa
Tak pernah ia mengeluh
perihal panas yang kelewat garang
meski buatnya laksana seekor ulat
di atas daun nan hijau menggeliat
lantaran terpanggang begitupun
ketika mata langit menangis
meneteskan ritmis gerimis tipis-tipis
membasuh tumpukan daki serta
bulir peluh yang telah mengering
dikipasi angin sepoy-sepoy
meski hanya sejenak memanjanya
gelagat alam yang runtuhkan hujan
serta terik yang memanggang
disikapinya dengan biasa dan selalu
saja ada tawa berderai diperlintasan
hidupnya nan ramai
Terlebih ketika kutanya
"Bang Oni.... darimana belajar jadi tukang...?"
"Ya bisa karena terpaksa teteh... !"
jawabnya enteng
Thank you so much for what 've you done to my house Bang Oni
H 3 R 4
Jakarta, 19/4/2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H