Pekik Camar dan Kenangan Samar
Pekik Camar membahana menggema di angkasa raya membentur tebing-tebing curam mengapit, menabrak bebatuan karang di tengah lautan.
Sekawanan camar merekahkan kepak-kepak sayapnya kemudian terbang berputar-putar di ketinggian lalu dengan mata mendelik meluncur menukik.
Bermain di antara debur ombak serta sapuan gelombang memanjang, Celoteh camar dan deru ombak saling bersahutan. Mencipta harmoni alam.
Laut biru terbentang luas sejauh mata memandang, berpayung biru lazuardi megah tiada berbatas. Ditingkahi cercah camar putih riuh melengking.
Suara-suara alam dan semesta saling berpagutan, menyatu dalam selaras. Laut tak tak pernah sepi meramu kidung ajaibnya dalam gaduh.
Seiring pelepah-pelepah daun nyiur ditabuh angin segara, melambai dalam elok liukkan tariannya memanja sepasang netra teduhkan jiwa.
Akulah sang pecandu senja yang acapkali menyambangi pesisir pantai, menyapa liar ombak serta tajam karang dan menjejakan kaki telanjang.
Seraya menghirup helai demi helai kenangan yang karam diterjang air pasang dan terkubur di pusara perut bumi hingga Lenyap tak bersisa.
***
Hera Veronica Sulistiyanto
Jakarta | 08 April 2021 | 10:05