Derai Air Mata Kaum Papa
Disekanya bulir-bulir air mata dengan ujung lengan, deras air mata tertumpah sederas hujan yang turun di pelataran.
Riuh senandung kelaparan menggema dari balik perut-perut lapar, rindukan sebungkus nasi kendati menjual empati.
Ia sudah kenyang dengan hardikkan dengan tatapan merendahkan, ia sudah jenuh dengan seonggok belas kasihan.
Namun dera lapar begitu menusuk menjelma sebilah belati menggerogoti, sungguh dirasakan teramat nyeri.
Derai air mata kaum papa derita yang tak terkatakan sebab  terpahat di kerasnya tembok-tembok tebal realita.
Kesedihan milik kaum papa laksana sebutir embun menguap di bakar panas, lenyap tak menyisa bekas apalagi ampas.
Air mata kaum papa pecah di antara rintihan tak tertahan, dalam dekap erat lapar membuat menggelepar.
***
Hera Veronica Sulistiyanto
Jakarta | 18 Maret 2021 | 20:08
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI