Rinai Hujan
Bayangan kerlip lampu warna-warni
memantul di badan jalan
sebab jalanan basah oleh rinai hujan
yang membasuh permukaan aspal
dari debu-debu yang melekat
Pusat pertokoan telah tutup
yang masih membuka hanyalah
tempat wisata kuliner malam
sepanjang sisi kanan kiri ruas jalan
dipenuhi warung tenda
Yang menyaji aneka rupa
penganan menggugah selera
bangkitkan rasa lapar
terlebih dalam derai hujan
mengguyur langit malam Jakarta
Tempat orang mengisi perut
yang sedari tadi keroncongan
dan menyeruput secangkir Bir Pletok
guna menghangatkan tubuh-tubuh
dalam dingin yang menggigit
Dingin yang serasa menusuk
sendi serta tulang belulang
kali ini tak ada musisi jalanan
yang biasa menggenjreng gitar kopongnya menghibur hati yang teramat sepi
Entahlah mungkin mereka enggan
keluar mengais kepingan receh
di lebatnya hujan yang tercurah
dan lebih memilih tertidur lelap
di kamar sepetak lelap dalam selimut mimpi
Dalam rinai hujan basah rinduku
memahat waktu bersamamu
nun jauh di sana di sebuah kota kecil
tanah yang belum pernah kupijak
Bumi nan asri dalam selubung hawa dingin
***
Hera Veronica
Jakarta | 19 September 2020 | 19:22
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H