Siang di Langit Jakarta
Bulir-bulir peluh deras bercucuran, sebesar butiran jagung. Keringat berkilat di jilat garang Mentari yang tengah naik-naiknya. Tepat di atas ubun kepala,
Siang yang teramat terik membakar telapak kaki, menyilaukan indra menatap bias cahyanya. Kepala rasa sedikit pening gegara panas bukan kepalang.
Jakarta dengan selubung hawa panas membara, ditingkahi sedikit hembus silir anginnya. Tak jua redakan sengatan cakar Mentari yang luar biasa.
Di bawah langit Jakarta yang amat terik, membuat kulit menjadi terlihat eksotik. Sedikit legam lantaran saban hari terpapar sengatan panasnya.
Kedati demikian Jakarta tetaplah kotaku tercinta, tempat aku di besarkan mengakrabi air yang berlimpah menjadi banjir dan menerima bara sang Surya.
Panas menyengat rasa daging mentah tengah terpanggang di atas bara, bermandi peluh berselimut gerah.
Kurindu siraman air tercurah, singkirkan deru debu beri sejuk pada kotaku. Agar terasa segar tak gahar.
***
Hera Veronica
Jakarta | 08 September 2020 | 13:11
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H