Sudah menjadi makanan sehari-hari
kendati berat tetap ia lakoni
ia satu diantara perempuan tangguh lainnya
yang melakukan pekerjaan kasar
yang di dominasi kaum lelaki
"Ia Wanita Pemecah Batu"
Kerasnya kehidupan...
melebihi kerasnya hantaman godam
pada permukaan batu
yang di ketriknya satu persatu
dengan kesabaran tingkat tinggi
seraya bermandi peluh
Kerasnya kehidupan
sekeras telapak tangannya
yang serasa ikut membatu
lantaran setiap harinya berjibaku
dengan tumpukan bebatuan
yang harus di urainya menjadi serpihan
Tak kenal lelah ia pecahkan bebatuan
dari pagi hingga sore hari
meski keringat yang di keluarkan
tak sebanding dengan upah yang di dapatkan
namun ia tak perduli karena
Halal yang ia cari
dan keberkahan Allah
yang ia ingini
Terik matahari membakar
dan mengelupaskan kulitnya
tak ada lengan halus mulus
layaknya perempuan masa kini
yang ada hanyalah telapak tangan kapalan
milik kartini-kartini tangguh
yang pantang mengeluh
Dari bebatuan itulah...
ia menggantungkan harap
harapan seorang perempuan sederhana
yang tak terkontaminasi laju zaman
yang menjalani hidup apa adanya
yang hari demi hari hanya di isi
dengan bekerja dan bekerja
guna menopang perekonomian keluarga
Demi menyambung hidup
demi asap dapur tetap mengebul
dan demi terisi periuk nasi
meski ia makan dari beras
yang kualitasnya rendah
dan seringkali ia makan
tanpa di sertai lauknya
namun ia tetap mensyukuri
atas nikmat yang Allah beri
berupa tubuh yang sehat
Sehingga ia dapat bekerja
dan dapat menunaikan tugasnya
sebagai orangtua yang harus menafkahi
buah hatinya
dan memberikan pendidikan yang cukup
setidaknya tidak seperti dirinya
yang tidak memiliki keterampilan apapun
kecuali memecah batu
Jauh di dasar hatinya
tersimpan sebentuk harap
agar generasi penerusnya kelak
bisa mengenyam pendidikan tinggi
bisa mengecap kehidupan yang layak
meski ia sadari betul
tak selamaya dari mereka-mereka
yang terdidik berprilakunya baik
Written By Hera Veronica
Jakarta,
March 15,2020