Mohon tunggu...
Hera Restika
Hera Restika Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Hobi saya menulis dan menggambar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Koreksi Diri dalam Sikap Berorganisasi Pencak Silat

11 Januari 2024   14:15 Diperbarui: 11 Januari 2024   15:22 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Keikutsertaan dalam organisasi pencak silat menjadi salah satu faktor yang memengaruhi perubahan pola pikir kritis masyarakat. Hal ini terkait dengan pemikiran mereka yang merasa lebih unggul dan lebih baik dari organisasi pencak silat lainya. 

Pada akhirnya sifat tinggi rasa tersebut kerap memunculkan konflik antar organisasi pencak silat. Tindakan kekerasan yang dilakukan seperti penganiayaan, pengeroyokan, dan pengrusakan fasilitas umum tidak hanya berdampak negatif kepada kedua belah pihak saja, melainkan juga pada pihak ketiga yang terkadang tidak mengerti apa apa.

Tidak sedikit pula akibat yang dirasakan jika sudah terjadi pertengkaran besar. Kerusakan beberapa fasilitas umum atau kediaman masyarakat adalah salah satunya. 

Para masyarakat yang terlibat dalam perkelahian pada umumnya tidak dapat berpikir dengan tenang. Kebanyakan dari mereka dengan asal melempar dan merusak beberapa fasilitas umum masyarakat. Banyak rumah yang rusak dan beberapa warung milik warga yang dijarah habis akibat kericuhan tersebut. Kerusakan kerusakan tersebut tentunya meresahkan warga sekitar. 

Selain kerusakan kerusakan fasilitas umum, dampak yang paling parah adalah menimbulkan korban jiwa. Tidak sedikit kasus tawuran atau bentrok yang memakan korban jiwa. Pada tahun 2009 di Bojonegoro, terjadi kericuhan besar akibat tawuran antar perguruan pencak silat yang mengakibatkan satu pelajar tewas, dan belasan lainya mengalami luka luka. 

Hal tersebut membuktikan bahwa banyak orang yang terlibat dalam tawuran tidak dapat mengontrol emosi mereka. Mereka tidak berpikir apakah akan ada dampak serius dari hal yang mereka lakukan. Bahkan terkadang beberapa korban jiwa adalah pihak yang tidak tahu menahu, pihak pelerai atau pihak yang tidak sengaja terlibat di dalamnya. 

Kebanyakan oknum kericuhan atau tawuran adalah para remaja. Remaja menjadi golongan usia yang paling sering mengalami gejolak emosional di dalam diri. Mereka yang berada di golongan usia ini akan melakukan eksplorasi terhadap lingkungan sekitar dengan tingkat yang lebih jauh dan kompleks. 

Di Indonesia, menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia Yogyakarta, gangguan depresi berat dialami 3 persen anak usia sekolah, dan 6 persen usia remaja. Oleh karena itu diharapkan kepada orang tua agar selalu mengikuti dan waspada terhadap perilaku anak mereka. Jangan biarkan anak terjun ke dalam pergaulan bebas yang pada akhirnya mendorong mereka untuk melakukan hal yang tidak semestinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun