Mohon tunggu...
Heraklitus Efridus
Heraklitus Efridus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hallo everyone..! Saya adalah seorang yang sangat misterius, sok cool, walaupun sebenarnya memang cool hahaha.. Saya sangat terbuka untuk berteman dengan siapapun, tidak pernah membatasi diri saya untuk bergaul dengan siapa pun, kecuali mungkin orang yang membatasi diri untuk bergaul dengan saya. But it's okay. saya memiliki hobi, dan hobi saya adalah meng-PHP-in cewek. Oh no..! hobi saya adalah membaca, menulis dan mendengar. Terima kasih

Selanjutnya

Tutup

Roman

Seni Mendapatkan Kekuasaan

11 Februari 2024   05:25 Diperbarui: 11 Februari 2024   06:03 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Kue Kering Serangan Fajar
"Saya menerima cek sejumlah 5 juta dan akhirnya saya berselisih dengan hati nurani saya tentang pesan moral yang saya terima. Apabila oknum caleg memberi uang untuk kamu makan yakinlah bahwa nanti dia tidak menganggap kamu sebagai orang yang memilihnya dengan hati yang murni. Dia hanya mengenalmu sebagai seorang penjual suara dan dia telah membelinya dan membayarnya lunas padamu. Setelah itu kamu bukan siapa-siapa baginya."

Suatu sore di gubuk tua, di kebun jagung, adik saya bertanya "Kak bagaimana menurutmu jika suatu saat nanti ada calon DPR datang ke rumah dengan segompoh uang untuk mengajak kita memilih dia pada saat pemilu nanti?"
    "Ambil saja uangnya Dek. Tetapi nanti ketika sampai di TPS (tempat pemungutan suara) jangan pilih dia." Kataku.
"Loh kenapa begitu kak, bagaimana kalau dia menuntut kita?" Sanggahnya.
    "Nanti kita lapor aja ke polisi Dek, lagian dia kan tidak tahu kalau kita tidak memilih dia."

Saya tidak tahu kenapa sore itu adik menanyakan tanggapan saya berkaitan dengan hal semacam itu. Apakah pernah seorang calon wakil rakyat datang ke rumah untuk membeli suara orang tua saya? Saya tidak tahu pasti akan hal ini dan saya pun tidak berniat untuk menanyakan lebih lanjut tentangnya. Tetapi pembicaraan ini mengingatkan saya pada seorang tokoh politik. Namanya Niccolo Machiavelli (1469-1527). Niccolo mendefinisikan politik sebagai sebuah seni untuk mendapat dan mempertahankan kekuasaan. Dia menganjurkan seorang politikus melakukan sesuatu dengan menghalalkan segala cara untuk kepentingan politiknya, namun dengan batasan bahwa yang dilakukannya itu bertujuan untuk yang benar dan demi kebaikan umum atau 'bonum comune'. 

Baca juga: Si Pondik Jalanan

Saya pun berpikir apakah hal ini berkaitan juga dengan apa yang sedang kami bicarakan. Saya tidak tahu apakah ada calon wakil rakyat atau calon pemimpin lainnya menggunakan uang untuk mendapatkan dukungan rakyat.
   
    "Amit-amit lah hal ini terjadi, mau jadi pemimpin macam apa dia nanti?"

Machiavelli memang mengatakan bahwa seorang pemimpin membutuhkan dukungan rakyat. Tetapi masa seorang calon wakil rakyat membeli suara seorang pribadi dengan uang? Kalau itu yang terjadi saya yakin sekali orientasinya pasti bukan menjadi wakil rakyat yang baik, melainkan uang yang akan diperolehnya saat menjabat sebagai wakil rakyat. Dan kalau benar orientasinya kepada uang semata, tentu dalam mengambil kebijakan publik dia tidak akan mempertimbangkan orang lain, asalkan saja dia dan mungkin ada kelompok pendukungnya memperoleh keuntungan atau profit yang maksimal. Pernah suatu kali teman saya mengatakan bahwa kalau seorang pemimpin memberikan proyek hanya pada seseorang saja sejak dia menjadi pemimpin pasti ada sesuatu yang patut dicurigai di sana. Bisa saja di sana terdapat tindakan yang namanya kolusi. Dan itu tentunya tidak baik.
Tentang pembelian suara pada saat sebelum pemilu, Saya pernah membaca suatu undang-undang tepatnya pada pasal 301 ayat 3 yang bunyinya: "setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilik untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak sejumlah 36 juta."
Membaca undang-undang ini, saya jadi lucu sendiri. Bukan karena undang-undang ini lucu tetapi saya mengingat banyak kisah tentang para calon wakil rakyat, yang menurut humor mengalami stroke karena ketika pemilu mereka mengeluarkan uang banyak untuk persiapan pemilu, bahkan rela berhutang di bank. Akan tetapi pada hari penghitungan suara ternyata mereka tidak menang. Akibat ketidak-menangan itu dan karena banyak pikiran tentang hutang-hutang yang dimiliki maka mereka pun akhirnya mengalami stroke. Saya berharap bahwa kisah-kisah humor ini hanya menjadi humor semata dan tidak pernah terjadi di dunia nyata.
      Harapan ini saya ungkapkan karena saya percaya bahwa para calon pemimpin, calon wakil rakyat atau apalah lainnya tentu bekerja dengan murni dalam pemilu. Agar ketika mereka menang mereka akan bekerja dengan baik, dengan orientasi untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila. Memperoleh kebahagiaan seperti yang saya alami dengan adik saat ini, menikmati kopi Kolang Manggarai dan jagung manis yang super enak.

NB:

"Kemarin seorang ibu bercerita kalau dia tidak punya uang dan dia sangat bersyukur sekali karena ada oknum Tim Sukses dari seorang oknum caleg memberinya uang."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun