Mohon tunggu...
rha hera
rha hera Mohon Tunggu... -

jangan pernah bosan untuk tau apa yang telah kamu ketahui

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketiadaan Menghampiri

17 Oktober 2013   07:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:26 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketiadaan menghampiri

Aku terbangun dari tidur yang baru sajaku mulai.

“Tidakkan seseorang diluar sana mengerti akan arti sopan santun”

Langsungku hampiri sumber suara yang sangat mengganggu malam dan tidurku, Seseorang yang akan bertamu di malam hari. Mata yang setengah tertutup ini dituntut untuk mengiringi langkah kaki yang tak sempurna. Ku urungkan niat untuk membukanya, saat ganggang pintu terasa dingin di telapak tanganku. Jarum jam masih menunjukan pukul 03.00 dini hari dimana sebagin besar penghuni kota ini masih terlelap tidur, mataharipun enggan membagi sinarnya walau ayam jago disebrang rumahku telah berkokok.

Rumahku tak semegah istana presiden, dengan pondasi seadanya rumahku dapat berdiri kokoh dengan luas tak lebih dari 6 x 11 meter luasnya. Rumah sederhana ini dapat melindungi aku dari trik matahari, derasnya hujan badai, dan gelapnya malam tak berbintang. Tapi baru kusadari rumahku tak dapat melindungi aku dari suara gaduh yang menghantam daun pintu rumahku.

Kubuka sedikit tirai jendela yang bercorak burung bangau terbang itu. Dan tidak kudapati seorangpun disana.

Semilir angin malam membelai lembut bulu kuduk yang tegak berdiri

“mungkin ia bosan menunggu. dasar orang iseng penganguran”gumamku menjernihkan pikiran yang semeraut.

Dengan gontai aku kembali ketempat tidur mungilku, ku jatuhkan tubuh rampingku diatas sana. dan tak perlu berhitung satu, dua, dan tiga aku telah terjun kedunia mimpi...

Satu jam.. dua jam.. “oh sialan..” dering alarm mengembalikan ruhku kedalam jasad yang tak bertenega itu. Tanpa mempedulikan alarm yang terus berdering, aku meruskan mimpi indah yang bersambung.

Prakk!!! Hancurlah weker milikku satu-satunya. Terpaksa aku harus segera bergegas turun dari tempat tidur kesayanganku. Tepat pukul 06.00 pagi aku telah rapi dengan pakaian kulihku.


Ku pastikan pintu rumah telah terkunci dengan benar, kuhirup udara pagi yang sangat segar. Langkah pertamaku terhenti ketika seseorang yang tak asing lagi bagiku berdiri tegak di hadapanku.

“Ibu.. “kupeluk erat tubuh ibu

“kenapa Ibu tidak memberi kabar terlebih dahulu?” ibu tersenyum lepas padaku

Tak sabar rasanya menumpahkan semua keluh kesah selama 3 tahun berpisah dengan keluarga di kampung halaman dan kini orang yang sangat berharga bagi hidupku ada di hadapanku.

“sebentar ya bu, Tiara ambilkan minum buat Ibu”

Kehadiran ibu di sampingku membuatku nyaman. Rasa lelah yang seringku rasakan disetiap waktu kini lenyap entah kemana.

Ketika aku mengambil segelas air minum untuk ibu, sesuatu bergetar di saku jeansku. Kuamati layar handphone yang terlihat usam dimataku, dengan riang ku jawab panggilan dari Ayah

“ada apa yah?”

Tubuhku gemetar dan berkeringat, ku alihkan pandanganku perlahan, sulitku percaya tidakku dapati Ibu disana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun