Mohon tunggu...
Heppy Dwi K
Heppy Dwi K Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN MALANG

hi, welcome to my blog!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menanamkan Sosio-Emosional Anak Remaja Melalui Deep Talk

2 Desember 2022   11:32 Diperbarui: 2 Desember 2022   15:38 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan sosial anak sangatlah penting bagi pertumbuhan dan proses kematangan anak menuju tahap kedewasaan. Perkembangan sosial yang baik dimulai dari proses sosialisasi anak dengan lingkungan yang akan memberikan pengetahuan dan keterampilan bagi anak di masa depan. Kemampuan anak dalam berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain sehingga dapat menjadi bagian dari masyarakat disebut dengan keterampilan sense of community. 

Berdasarkan penelitian dari Rahmadhaan dan Suryanto (2019), Sarason mengemukakan bahwa sense of community sebagai persepsi mengenai adanya rasa kesamaan dengan orang lain, rasa saling ketergantungan dengan orang lain, keinginan untuk mempertahankan diri dengan cara memberikan atau melakukan sesuatu bersama orang lain, dan adanya perasaan bahwa menjadi bagian dari kelompok masyarakat sehingga tercipta hubungan sosial emosional yang erat. 

Sebagai mahkluk hidup, sudah kodratnya manusia tidak bisa hidup sendiri, melainkan membutuhkan bantuan dari orang lain. Marsiyah (2013) menjelaskan bahwa pada dasarnya perkembangan sosial anak, tidaklah terbentuk dengan sendirinya tetapi harus melalui proses kehidupan yang panjang dan dimulai sejak dini serta terus berlanjut sampai kelak dia tumbuh dewasa.

Perkembangan sosial-emosional remaja adalah suatu perubahan progresif organisme dalam konteks ini adalah remaja awal yang telah mengalami masa pubertas, mulai berpikir tentang sekitar atau sekelilingnya (konteks sosial) dan mengekspresikan emosinya baik dalam tingkah laku atau tidak. Perkembangan sosial-emosional lebih mengarah pada hubungan seseorang dengan orang lain. Hubungan ini berkembang karena adanya dorongan rasa ingin tahu terhadap segala sesuatu yang ada di dunia sekitarnya. Hal ini diartikan sebagai cara-cara individu bereaksi terhadap orang-orang di sekitarnya dan bagaimana pengaruh terhadap dirinya (Affandi, 2011; 22).

Menurut Erikson salah seorang teoritis dalam bidang perkembangan rentang hidup, menjelaskan salah satu tugas perkembangan selama masa remaja adalah menyelesaikan krisis identitas, sehingga diharapkan terbentuk suatu identitas diri yang stabil pada akhir masa remaja. Remaja yang berhasil mencapai suatu identitas diri yang stabil, akan memperoleh suatu pandangan yang jelas tentang dirinya, memahami perbedaan dan persamaannya dengan orang lain, menyadari kelebihan dan kekurangan diri sendiri, penuh percaya diri, tanggap terhadap berbagai situasi, mampu mengambil keputusan penting, mampu mengantisipasi tantangan masa depan, serta mengenal perannya dalam masyrakat. Jika remaja mengalami kegagalan maka akan membahayakan masa depan remaja. Sebab, seluruh masa depan remaja sangat ditentukan oleh penyelesaian krisi tersebut (Desmita, 2008; 214).

Sebelum memasuki masa remaja, individu sudah ada keterkaitan hubungan yang lebih erat antara anak-anak yang sebaya. Sering juga timbul kelompok-kelompok anak, perkumpulan-perkumpulan untuk bermain bersama atau membuat rencan bersama, misalnya untuk berkemah, atau saling tukar pengalaman, merencanakan aktivitas bersama misalnya aktivitas terhadap suatu kelompok lain. Aktivitas tersebut juga bisa bersifat agresif, kadang-kadang kriminal seperti mencuri, penganiayaan dan lain-lain, dalam hal ini dapat dilakukan kelompok anak nakal (Monks dkk, 1996; 268)

Pada masa remaja, orang tua meluangkan waktu lebih sedikit waktu dengan anak mereka daripada masa awal anak-anak, disiplin melibatkan suatu peningkatan penggunaan penalaran dan pengurangan hak-hak pribadi, ada suatu peralihan pengendalian secara berangsur-angsur dari orang tua kepada anak-anak tetapi masih dalam batas koregulasi, dan orang tua serta anak-anak semakin tanggap terhadap satu sama lain.

Kita semua tahu bahwa yang namanya manusia tentu memiliki masalah dalam perjalanan hidupnya. Entah itu dari masalah pribadi, pasangan, teman, ekonomi, dan masih banyak lagi. Termasuk halnya ketika memasuki usia remaja, tentu masalah-masalah juga berdatangan. Cara  dalam mengurangi ke-stres-an dalam menghadapi masalah ini sebenarnya banyak sekali, namun yang paling simple adalah deep talk. Deep talk merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dengan membahas topik-topik yang lebih sensitif atau secara mendalam. Melakukan deep talk dengan anak merupakan hal yang harus dilakukan oleh orang tua. Kegiatan ini sangatlah penting untuk membangun kedekatan dan keterikatan emosi antara orang tua dengan anak.

Dalam melakukan deep talk dengan anak yang berada pada masa remaja ini cenderung membahas bagaimana kehidupan sang anak yang dijalaninya selama setiap harinya, baik senang ataupun sedih. Tidak harus mengenai hal-hal yang berat, tentu terdapat beberapa topik pembicaraan yang terkesan remeh namun memiliki makna didalamnya. Jika memasuki fase remaja ini biasanya si anak tersebut yang langsung meminta waktu ke orangtuanya guna meluangkan wakjtu untuk berbicara secara mendalam. Tentu yang dilakukan orang tua adalah menyediakan waktunya untuk mendengar keluh kesah atau cerita dari anaknya tersebut. Pada intinya sang anak selalu ditanyai agar sosio emosianalnya berkembang dengan baik yang sesuai dengan fase remaja pada umumnya.

REFERENSI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun