Mohon tunggu...
Heny Gunanto
Heny Gunanto Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Seorang guru di Kabupaten Pemalang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menolak Korupsi Melalui Puisi

18 September 2013   10:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:44 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kian sistemik dan canggihnya laku korupsi, penerbitan ini mendesak dilakukan sebagai media gerakan yang mempresentasikan seruan moral kepada masyarakat, agar secara filosofis dan bermartabat turut mewaspadai munculnya mental korupsi sejak dini, serta mencegah perilaku korup yang lebih akut. Penerbitan ini kita proporsikan sebagai gerakan kultural, melengkapi gerakan yang dilakukan sejumlah masyarakat berikut medianya (hukum, politik, jurnalistik, agama, intelektualitas). Penerbitan ini juga menjadi sarana bagi penyair menyatakan sikap tegas menolak korupsi”.

Itulah alasan mendasar yang dijadikan sebagai pijakan Leak Sosiawan, kelahiran Solo. Dia adalah pegiat seni sekaligus seorang budayawan, sutradara teater, penyair, motivator dan kreator atas terbitnya antologi Puisi Menolak Korupsi Jilid I (PMK I). Saat ini antologi itu berlanjut ke PMK II yang sedang dalam proses naik cetak. Pada PMK I tercatat ada 85 penyair yang memberi kontribusi berupa puisi-puisi karya mereka. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Sedangkan untuk penerbitan PMK II didukung oleh 201 penyair dari berbagai daerah di Indonesia yang ikut memberi andil dengan puisi-puisi ciptaan mereka.

Penerbitan antologi PMK I maupun PMK II menjadi momentum yang luar biasa di tengah-tengah upaya keras pemerintah, melalui KPK, memberantas korupsi yang kian menggila dengan cara-cara yang lebih sistemik dan canggih. Luar biasa karena tema yang diangkat oleh para penyair se-Indonesia itu sejalan dengan political will pemerintah, dalam bidang pembenahan akhlak para pemimpin negeri ini, agar tercipta good government. Sebab tidak ada seorang pun di antara ratusan juta penduduk di Indonesia ini, mau menerima pemimpin mereka yang  berhati nurani angkuh, angkara, bakhil, buruk, busuk, culas, curang, licik, loba, lalai, serakah, serong, sesat,  dan zalim kepada rakyatnya.

Tentu puisi-puisi mereka, penyair PMK I dan PMK II, adalah puisi-puisi yang berisi penolakan terhadap pejabat atau pemimpin yang korup. Pemimpin yang memiliki hati nurani tetapi bukan hati nurani yang dibutuhkan sebagai seorang pemimpin. Pada dasarnya setiap orang memang punya hati nurani, tetapi tidak setiap orang punya hati nurani yang dibutuhkan sebagai bekal menjadi seorang pemimpin sesuai yang dibutuhkan rakyat. Puisi-puisi itu lahir mengalir deras dari tangan orang-orang yang berlatar belakang luhur, berbudi pekerti luhur, bertujuan luhur, untuk keluhuran dan kesejahteraan rakyat yang bermartabat.

Keluhuran budi para penyair itu dibuktikan dengan munculnya kesepakatan untuk dana penerbitan antologi PMK I dan II bersumber dari Samirun (sami-sami urun) alias bergotong royong. Jadi setiap penyair yang puisinya dimuat sekaligus harus memberi kontribusi kepada pengelola berupa iuran untuk proses penerbitan karyanya. Lalu adakah orang yang tega menyebut kegiatan itu sebagai aktivitas yang dilandasi bisnis dan tidak didasari oleh hati nurani yang luhur? “Kegiatan ini bersifat independen, nirlaba, berdasarkan kemandirian individu yang menjunjung tinggi azas kebersamaan. Oleh karena itu sebagaimana yang terlakoni pada Jilid I, penerbitan ini juga akan dibiayai bersama-sama oleh penyair yang karyanya dimuat dalam antologi itu nantinya”, demikian bunyi nota kesepahaman yang disampaikan oleh Leak Sosiawan.

Keluhuran itu akan kian terasa “menegakkan” bulu kuduk ketika kita bisa melihat sisi manfaat dari buku antologi PMK ini jika kelak dibaca oleh anak bangsa ini, yang nobene mereka adalah para calon pemimpin masa depan bangsa dan negara. Setidaknya bentuk peringatan sejak dini akan adanya bahaya laten korupsi, sudah mereka ketahui sejak duduk di bangku sekolah. Alangkah indahnya jika kelak pemerintah melalui Kemdikbud mengadaptasi buku ini sebagai bagian dari materi pembelajaran untuk pendidikan karakter bangsa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dengan modal Samirun dari para penyair, tetapi begitu besar manfaatnya bagi proses pendidikan karakter para calon pemimpin masa depan bangsa.

Sosialisasi terhadap buku antologi PMK I pun telah dilaksanakan secara berkesinambungan melalui program Road Show ke daerah-daerah  se-Indonesia.  Perjalanan Road Show mendatang  akan dilaksanakan di gedung KPK Jumat 27 September 2013. Materi acara pada Road Show adalah pembacaan puisi-puisi yang terdapat pada antologi PMK, sekaligus diskusi tentang sastra dan bentuk gelar seni lainnya.

Beberapa penyair yang telah dikenal integritasnya terhadap perkembangan sastra di Indonesia, ikut mendukung program penerbitan PMK danRoad Show. Selain sang maestro Leak Sosiawan, ada nama-nama Sutardji Calzoum Bachri, Beni Setia, Asep Zam Zam Noer, Arsyad Indradi, Wage Tegoeh Wijono, dan beberapa ratusan nama lagi. Mereka sepakat bersatu padu memerangi korupsi melalui puisi sekaligus meneriakkannya pada Road Show yang telah dilakukannya. Rakyat harus senantiasa dibela dari upaya durjana angkara murka yang sering bersemayam di hati para pemimpin bangsa. Sebab mereka yakin, ketajaman mata pisau puisi masih mampu merobek nurani koruptor yang masih berhati nurani.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun