Jati Diri
Seseorang yang melakukan tapa atau latihan mencari Jati Diri. Bahkan seseorang yang sudah berlatih lama masih bertanya: 'Mengapa saya belum menembus Diri Sejati???'
Saya tersenyum. Jika seseorang sudah menembus Jati Diri, ia sudah tidak doyan nasi lagi. Dan ketika seseorang sudah menembus Jati Diri sudah tidak lagi bisa berkata, 'Wah saya sudah sampai jati Diri.' Mengapa?
Apa yang dimaksudkan dengan Jati Diri?
Memahami hakekat Diri tepatnya. Dengan memahami kemudian kita mulai menyadari. Kesadaran tentang Jati Diri ini yang utama. Dengan menyadari hakekat diri baru kita bisa hidup sebagai manusia biasa. Lha koq? Ingat apa yang selalu disampaikan nabi Isa? 'Aku anak manusia'
Ya, kita harus selalu ingat bahwa kita anak manusia. Dengan demikian, kita selalu mengedepankan kemanusiaan dalam diri kita. Semakin tebal rasa kemanusiaan semakin sadar kita akan hakekat diri kita. Apa indikasi seseorang yang sadar akan Jati Diri nya?
Seseorang yang sadar akan jati dirinya tidak hebat seperti super hero. Punya kekuatan luar biasa atau terbang seperti Hulk atau Superman. Bukan kah kita sudah tahu bahwa para avatar atau para suci tidak seperti super hero yang sering kita lihat di televisi atau layar lebar? Para suci dan avatar sadar akan hakekat dirinya. Hakekat diri inilah Pengetahuan Sejati. Apakah pengetahuan Sejati?
Pengetahuan Sejati
Pengetahuan Sejati adalah tahu atau sadar bahwa diri sejati kita bukanlah badan, bukan pikiran, bukan perasaan. Selama ini kita menderita karena selalu mengidentikan diri kita sebagai tubuh, pikiran serta perasaan. Dalam tataran itu, kita selalu berada di area dualitas. Boleh saja tetap di dunia, tetapi pola pandangan kita yang berada di ranah jiwa/spirit. Di level ini kita bisa melihat kesatuan dan persatuan.
Memahami hakekat diri kita tidak hidup dalam keinginan ilusi. Kita hidup dalam wilayah kebutuhan. Butuh beda dengan ingin. Seseorang yang butuh minum, ia minum karena haus. Ia sadar bahwa makan untuk hidup. Bukan hidup untuk makan. Ia hidup secara moderat, tidak berlebihan. Inilah pengendalian diri. Bisa saja ia hidup di dunia benda, namun pikirannya selalu tertuju pada Keilahian dalam dirinya.
Ia hidup untuk mempersembahkan tubuh, pikiran serta perasaannya untuk melayani sesama. Ia selalu menerapkan prinsip: 'Jika tidak mau disakiti janganlah menyakiti.' Ia melihat wajah Allah di barat, di timur, dan dimana-mana. ia tetap melakukan kegiatan sehari-hari seperti kita yang belum sadar akan jati dirinya Namun wajahnya bersinar, bercahaya sebagai efek rasa kebahagiaan. Kebahagiaan yang berasal dari kebebasan purna. Bebas dari keterikatan alam benda.