Pemahaman Roh VS Jiwa
Sebetulnya judul di atas diganti 'Indonesia Gawat Darurat sakit mental...' Bukan sakit jiwa. Jiwa tidak pernah sakit, yang sakit adalah pikiran atau mental. Jiwa tidak pernah sakit. Jiwa selalu eksis. Jiwa melampaui suka duka. Jiwa selalu ada, tidak pernah tidak ada. Pikiran serta perasaan yang kita sebut sebagai mind lah yang sering sakit. Mind plus perasaan inilah yang disebut sebagai Roh. Sakit berarti terjadinya penyimpangan dari keselarasan sifat alam; Kasih...
Kasih bersifat melayani dan berbagi atau memberi. Itulah sifat alam. Angin, air, matahari, dan bumi senantiasa membagikan dirinya untuk menghidupi manusia. Alam tidak pernah mementingkan diri sendiri. Mereka yang selalu mementingkan golongan, kelompok, dan dirinya tidak selaras dengan alam. Mereka yang bisa melampaui kepentingan personal atau golongan, kelompok serta diri sendiri bisa dikatakan menjadi pribadi yang transpersonal. Inilah potensi alami manusia.
Sayangnya keadaan manusia umumnya telah hidup tidak sesuai kodratnya sebagai manusia; makhluk sosial. Yang saya maksud sebagai makhluk sosial berarti memiliki kepekaan terhadap sesama makhluk hidup serta lingkungan. Pada umumnya kita lupa bahwa tidak ada sesuatu yang dikatakan mati. Mati berarti stagnan; tidak berubah. Yang mungkin kita anggap benda mati hanya karena tidak bergerak. Namun benarkah demikian?
Sama sekali tidaklah benar. Setiap benda yang tidak bergerak sejatinya mengalami perubahan. Batu yang semula benda padat besar, lama kelamaan terkikis menjadi pasir. Selain itu, bila manusia, tumbuhan serta batuan dibelah sampai menjadi atom tidak akan berbeda. Dan lagi setiap atom juga ada pergerakan: Neutron dan elektron bergerak mengelilingi inti atom.
Ketidakselarasan
Gangguan mental atau mind terjadi ketika kita tidak lagi selaras dengan potensi alami kita; makhluk sosial. Sebagai kalifah tertinggi yang dilengkapi tidak saja reptilian brain dan mamalian brain tetapi juga neocortex.Â
Manusia dikatakan hidup bila juga bisa membuat lainnya merasakan makna kehidupan; Urip iku Urup. Tanpa kita sadar sesungguhnya selama ini kita diperbudak oleh intelektual, bukan buddhi atau intelejensia.  Bila kita mampu mengambil alih dari penguasaan intelektual kemudian transformasi ke buddhi atau intelejensia; kudeta spiritual terjadi.Â
Dengan kata lain, kita kembali ke alur Potensi Alami; kita tidak lagi pada jalur sakit mental.
 Â