Persepsi Ilahi berarti memahami akan tujuan utama kelahiran. Cara pandang bahwa tubuh sebagai sesuatu yang pantas dimuliakan mendorong seseorang berpikir, berucap, dan bertindak demi kebaikan tubuhnya.
Dari buku Dvipantara Yoga Sastra by Maharshi Anand Krishna:
Maka, janganlah menyia-nyiakan kelahiran sebagai manusia, kehidupan sebagai manusia, dan anugerah tubuh manusia ini.
Ketika kita menyia-nyiakan tubuh ini dalam kebodohan kita - tubuh ini hanyalah debu. Berasal dari debu, dan akan kembali menjadi debu.
Namun, ketika kita mengubah perspektif kita, dan menganggap tubuh ini sebagai Kuil Hyang Ilahi yang bersemayam dalam diri - maka, tubuh ini dengan sendirinya menjadi ilahi juga.
Bukan sebagaimana pemahaman umum yang saya maksudkan dengan perawatan tubuh. Karena sisi pandang saya dari sisi asupan sehingga membuat tubuh sehat. Bila tubuh sehat kita tidak membebani orang-orang sekitar untuk merawat. Juga bila tubuh sehat kita bisa berbagi sesuatu yang berharga bagi sesama.
Saya ingat suatu berita di media sosial tentang tempat ibadah yang tentu saja dianggap suci oleh para penggunanya. Begitu  penuh perhatian dan menjaganya dari segala sesuatu yang bisa merusak kesucian tempat ibadah tersebut. Tetapi lucunya, mereka lupa merawat tubuh yang digunakan untuk bersemayam Hyang Mahasuci.
Pikiran adalah asupan jiwa. Apa yang kita lihat dan baca akan mempengaruhi kualitas pikiran kita. Ketika kita memberikan komentar yang buruk terhadap suatu berita, sesungguhnya kita sedang melontarkan kotoran yang ada dalam pikiran kita. Dengan kata lain, sesungguhnya dalam pikiran kita tidak ada atau belum ada persepsi ilahi; persepsi mulia.
Bila kita sungguh-sungguh menghargai tubuh sebagai kuil tempat bagi Hyang Mahasuci bersemayam, kita harus menghargai kualitas asupan sehingga tidak merusak tubuh.