Dewa atak Deva bisa diartikan sebagai makhluk bercahaya atau dalam tradisi atau kepercayaan leluhur kita sebagai penguasa bagian alam. Misalnya Surya atau matahari dikuasai oleh Dewa Surya. Angin oleh Bayu/Vayu, air oleh Baruna atau Varuna. Sebutan Deva  dianggap sebagai Tuhan. Suatu cara pandang yang salah besar. Tetapi ini juga karena ketidaktahuan. Inilah yang dalam Bhagavad Gita juga disebut sebagai kelompok para dungu.
Kita harus banyak belajar dari kearifan Timur yang sudah eksis selama ribuan tahun agar bisa berpikir lebih luas. Pola pandang atau cara berpikir yang luas akan membuat hati kita terbuka.Â
Di atas segalanya, keterbukaan cara pandang akan membuat hati bisa menerima kehidupan secara utuh. Dengan demikian perasaan pun jadi bahagia. Segala kesempitan cara pandang membuat kita menderita.
Saya kutipkan penjelasan tentang Dewa yang menarik dan bisa membuka persepsi yang semakin arif dari buku Bhagavad Gita by Anand Krishna:
Para dewa pun masih berda di alam dualitas. Segala kenikmatan dan kekuasaan surga adalah saksi dan bukti nyata akan dualitas mereka. Sebab itu, ya, mereka pun susah untuk melihat wujud Nya sebagai Hyang Maha Tunggal, Penguasa Alam Semesta.Â
Wujud Vivarpa atau Semesta adalah berkah bagi mereka yang telah mencapai Kesadaran Jiwa selagi Masih berada di dalam dunia ini. Dunia ini adalah arena, medan laga, di mana Jiwa bisa mengikat, membelenggu dirinya, dan bisa juga bisa membebaskan dirinya.
Para dewa di surga dan para leluhur di alam-alam lainnya sedan menikmati akibat perbuatan baik mereka selama di dunia, atar menjalani terapi cleansing, pembersihan, pemurnian di alam yang biasa kita sebuat neraka.
Sebab itu, ketika bereda di alam-alam tersebut, kesempatan belajar menjadi sangat minim. Mereka ibarat para siswa yang sedang berlibur atau sedang dirawat di rumah sakit.
Para dewa sedan berlibur, dan mereka yang kita sebum penghuni neraka sedang dirawat di rumah sakit. Jika ada keinginan yang kuat, selama berlibur dan dirawat di rumah sakit pun kita masih bisa belajar.Â