Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Dosen - Praktisi Ayur Hyipnoterapi dan Ananda Divya Ausadh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Praktisi Ayur Hypnotherapy dan Neo Zen Reiki. Menulis adalah upaya untuk mengingatkan diri sendiri. Bila ada yang merasakan manfaatnya, itupun karena dirinya sendiri.....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perlukah Tempat Peribadatan Bersama?

25 Juni 2015   10:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:13 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pertanyaan ini terispirasi ketika saya melihat reruntuhan bangunan di Mohenjo Daro dan Harappa. Pada garis yang ditebali tertuliskan: Uniknya di kota tersebut tidak ditemukan bangunan untuk kegiatan religius dan tanda-tanda sistem kasta

Masyarakat

Orang-orang Dravida yang diperkirakan merupakan pendiri kota kuno ini sendiri menjadi tanda tanya bagi para arkeolog. Riwayat mereka tak dapat ditelusuri hingga sekarang. Bahasa dan aksara yang mereka gunakan dalam artefak-artefak yang ditemukan di sana masih belum dapat dipecahkan hingga sekarang. Uniknya di kota tersebut tidak ditemukan bangunan untuk kegiatan religius dan tanda-tanda sistem kasta. Hal ini mengakibatkan para peneliti berspekulasi kalau masyarakat Mohenjo Daro dan Harappa merupakan peradaban yang hidup bergantung sepenuhnya pada ilmu pengetahuan (sudah meninggalkan praktek keagamaan) dan memiliki filosofi hidup yang tinggi (terlihat dari ketiadaan sistem kasta dalam hierarki sosial).

(Sumber disini)

Suatu reruntuhan yang menunjukkan bahwa perdaban Lembah Sungai Indus bukan lah peradaban yang terbelakan. Mereka memiliki peradaban yang maju. Ini terbukti bahwa tata ruang kota sangat teratur rapi. Jalan-jalan lebar didukung dengan sistem drainase perkotaan yang baik. Bandingkan dengan kondisi Jakarta saat ini yang konon katanya disebut sebagai kota modern, metropolitan. Hampir semua jalan tidak disertai sistem pembuangan air yang baik. Akibatnya??? Banjr dimana-mana ketika hujan turun sedikit agak lama.

Apakah ini yang disebut kota peradaban maju?

Tampaknya masyarkat kita yang hidup saat ini masih dalam kondisi less civilization. Ini selaras dengan kehidupan yang katanya relijius. Benarkah demikian?

Suatu koreksi bagi kita bersama, suatu peradaban yang reruntuhanya diindikasikan sebagai peradaban kuno, 2600 an tahun yang lalu. Lihatlah ini. Dari bukti peninggalan yang ada, kita bisa mengetahui cara berpikir mereka saat itu. Tidak adanya bangunan untuk kegiatan relijius secara kelompok bukan berarti mereka tidak kenal atau percaya Tuhan.

Sebaliknya, mereka sadar bahwa tempat ibadah atau bangunan relijius yang digunakan secara bersamaan bisa memicu perselisihan. Mereka sadar bahwa beribadah adalah masalah pribadi. Tidak perlu adanya peraturan oleh pemerintah atau negara. Keyakinan yang luar biasa. Ibadah atau ritual penyembahan kepada Yang Maha Esa bukanla sesuatu yang antas dipamerkan. Lakukan di rumah masing-masing, namun ketika hidup dalam masyarakat yang harus ditunjukkan adalah implementasi dari hasil penyembahan atau ritual. Hidup selaras dengan alam. Saling kasih mengasihi.

Adanya bangunan yang terencana dan tertata apik membuktikan bahwa mereka sadar bahwa kebersihan dan tidak adanya genangan air merupakan kebutuhan bersama agar hidup lebih sehat. Bukankah sehat merupakan sumber utama bagi kebahagiaan?

Suatu kebahagiaan dapat dicapai jka tubuh kita sehat. Tubuh sehat, kita bisa bekerja agar mencapai kesejahteraan. Sehat dan sejahtera adalah landasan manusia hidup bahagia.

Adanya saluran air dan jamban keluarga di setiap bangunan, sekali lagi menunjukkan bukti bahwa mereka sadar akan hubungan manusia dan alam. Kesadaran akan pentingnya air bagi masyarakat sebagai sumber kekuatan agar tetap survive membuktikan bahwa mereka faham betul bahwa mereka hidup bergantung pada alam. Alam bisa eksis tanpa manusia. Sebaliknya, manusia tidak bisa survive jika alam rusak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun